Selasa, 23 Oktober 2012

Rasa Kehilangan

Setiap pertemuan, selalu ada perpisahan.
yang dapat kita harapkan hanya yang terbaik untuknya.
    Umumnya rasa kehilangan memang dikatkan dengan meninggalnya salah satu anggota keluarga atau kerabat-kerabat dekat. Dewasa ini, bukan hal yang mustahil lagi jika hewan dianggap sebagai bagian keluarga. Akibatnya, ketika hewan itu meninggal, rasa sedih pun senantiasa bersama kita sama halnya seperti keluarga apabila terdapat rasa sayang. Inilah rasa kehilangan itu. Hal yang serupa pun terjadi pada saya hari ini. Saya memelihara seekor anjing dari saat saya masih SMP kelas 8 diberikan oleh seorang teman orangtua saya. Saya seringkali bermain dengannya setiap pulang sekolah sampai sekarang. Terkadang saya juga memberinya makan dan minum. Tak dapat disangka, dia pergi untuk selamanya kemarin malam dan baru diketahui pagi tadi. Dia sudah dianggap sebagai bagian keluarga saya. Di keluarga saya rasanya kurang jika tidak ada anjing. Ketika dia meninggal, semua anggota keluarga merasakan hal yang sama, sedih. Papa juga tidak bisa berbicara dengan intonasi tinggi, suaranya pun bergetar padahal ini jarang sekali terjadi. Setelah saya memastikan dengan mata kepala sendiri, dia tergeletak di atas tanah dalam kondisi tidak bergerak dan mata yang terbuka. Saya terkejut dan tidak berani lagi melihatnya. Tanpa komentar, saya naik ke lantai dua dan masuk ke kamar dan memberitahu mama. Saya tidak berani menatap mata mama, suara saya pun semakin lama semakin pelan dan rasanya sangat sedih.
     Akhirnya, saya kembali tidur-tiduran di ranjang, air mata pun menetes karena tidak tertahankan. Hal ini mungkin terjadi karena saya dan anjing itu sudah memiliki ikatan emosional yang kuat. Setiap saya sedang bermasalah, dia selalu menggonggong seolah-olah dia mengetahui perasaan saya. Padahal dia anjing yang pendiam. Ketika dia bermasalah saya pun dapat mengetahuinya dengan cepat hanya dengan melihatnya dan mendengar suara gonggongannya. Tidak ada siapapun yang patut disalahkan. Usianya memang sudah lanjut untuk usia anjing sejenisnya. Dia sudah hidup lebih dari 6 tahun lamanya, persisnya memang saya tidak begitu tahu. Umumnya anjing jenis teckle berusia maksimal sekitar 15 tahun. Jadi, kami sekeluarga berkesimpulan memang sudah waktunya dia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. 
     Selama saya menangis, saya hanya berkata dalam hati meminta agar Yang Maha Kuasa mau menerimanya di sisi-Nya dan senantiasa memelihara dan menjaganya. Saya hanya dapat percaya bahwa Yang Maha Kuasa tentu lebih mampu memeliharanya daripada kami semua, sehingga saya berkeyakinan itu memang kehendak-Nya. Kehendak-Nya memang selalu yang terbaik untuk semuanya, meskipun terkadang kita tidak menyadari itu. Selain itu saya juga masih memiliki keluarga dan teman. Bagaimana cara mereka berinteraksi dengan saya jika saya terlihat sedang menutup diri dan masih larut dalam kesedihan? Itu yang akan muncul dalam pikiran mereka. Terdapat kemungkinan juga mereka berpikir saya sedang sensitif, jadi tidak banyak berinteraksi dengan saya untuk menghindari rasa sensitif berlebihan dari saya. Akhirnya saya memutuskan untuk memikirkan hal lain saja dan mengerjakan apapun seperti biasa, karena hari ini saya harus presentasi. Seorang presenter pun harus profesional, tidak mencampurkan masalah pribadi dengan pekerjaan.

Jumat, 19 Oktober 2012

Pelajaran Bahasa Inggris akan Dihapus, Positif atau Negatif?

     Pagi ini saya sempat mendengarkan perbincangan di radio mengenai penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris untuk pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Indonesia. Alasannya adalah dengan adanya pelajaran bahasa Inggris membuat anak menjadi tidak fokus belajar bahasa Indonesia. Saya sendiri mempertanyakan apakah itu benar, kemudian menemukan artiketl-artikel berita berkaitan dengan itu, ternyata benar. Kasus ini masih belum pasti, masih ada pihak pro dan kontra. Pihak yang pro mengungkapkan bahwa bahasa Inggris terlalu berat sehingga anak cenderung lebih mengutamakannya daripada mata pelajaran lain. Pihak kontra mengatakan bahasa Inggris penting dalam dunia internasional. Masalah ini kompleks, karena dapat berdampak dalam berbagai aspek.
     Anggap keputusan itu dilaksanakan. Jika pelajaran Inggris tidak ada, sisi positifnya murid dapat lebih berfokus pada mata pelajaran lain sesuai harapan pada kasus ini. Terdapat pula kemungkinan nilai-nilai murid akan meningkat, karena mereka lebih mudah mencerna materi dengan bahasa Indonesia. Sisi negatifnya, murid akan kehilangan kesempatan untuk belajar dan mengasah keterampilan berbahasa Inggris sejak dini. Apabila keterampilan itu baru akan diperkenalkan ketika menduduki Sekolah Menengah Pertama (SMP),tentu akan menimbulkan masalah adaptasi. Seseorang yang terbiasa dengan pola DM (diterangkan-menerangkan) harus berpikir sebaliknya, tentu membutuhkan proses. Ditambah lagi harus menghafal sekian banyak jenis kalimat, tata bahasa, dan perbendaharaan kata. Tentu bukan proses yang mudah bukan?
      Suatu masalah belum tentu disebabkan hanya oleh satu faktor saja. Dalam hal ini faktor itu adalah bahasa Inggris. Saat saya mendengarkan radio terdapat fakta bahwa setiap kali ujian nilai terendah selalu bahasa Indonesia, sehingga hal ini menjadi asumsi bahasa Inggris membuat anak tidak fokus belajar bahasa Indonesia. Belajar bahasa tidak sama dengan belajar matematika, ekonomi, fisika, atau pelajaran lainnya. Pelajaran bahasa apapun dipelajari teorinya dan dipraktekkan dalam bentuk percakapan atau tulisan. Apabila tidak terbiasa berbahasa Inggris, tentu hasilnya juga tidak akan sebanding. Sama halnya dengan bahasa Indonesia, apa yang kita pelajari juga tidak akan sia-sia jika dipraktikkan. Jaman sekarang bahasa Inggris menjadi bahasa internasional bukan? Buku-buku kuliah pun hampir semuanya berbahasa Inggris, apa yang terjadi jika kita tidak menguasai bahasa Inggris dengan baik?
Anak akan bingung jika
belajar 2 bahasa
terlalu dini
      Bukanlah hal mustahil jika kedua bahasa itu dapat berkembang dengan baik dalam diri seseorang. Sebelum belajar bahasa asing, sebaiknya individu menguasai bahasa ibu terlebih dahulu. Setelah itu baru belajar bahasa asing. Apabila dijalankan bersamaan, anak akan bingung dengan bahasa apa dia harus berbicara. Hukum yang sama pun tetap berlaku. Kedua bahasa yang dipelajarinya tetap harus dipraktikkan agar keduanya dapat dikuasai dengan baik. Penjelasan itu saya dengar saat saya mendengarkan penjelasan narasumber di radio. Jika diperhatikan lebih lanjut, jika keduanya dapat berjalan dengan baik seperti itu bukankah murid akan lebih merasakan manfaat belajar? Dia akan mampu belajar dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing, sehingga pintu ilmu pengetahuan juga terbuka lebar untuknya. Buku-buku berbahasa Indonesia maupun berbahasa asing tidak menjadi masalah baginya apabila dia mampu menguasainya.