Selama mengerjakan skripsi, para mahasiswa termasuk saya sering mengeluh sakit kepala, tertekan, bingung, dan lain-lain. Ada pula mahasiswa yang sangat antusias selama mengerjakan skripsi. Waktu dalam satu hari selalu dipersembahkan sepenuhnya untuk mengerjakan skripsi. Namun, mahasiswa itu mempunyai ciri khas tersendiri. Mahasiswa pertama hobinya mengubah-ubah judul, mengatakan penelitiannya belum sempurna. Mahasiswa lainnya rajin bimbingan, dalam satu minggu mungkin sempat melakukan tiga kali bimbingan. Dosen pembimbing pun ada yang mengeluh karena progres mahasiswanya belum terlihat dan tetap membimbing dengan sepenuh hati. Kalau berbicara mengenai skripsi, beribu-ribu kesan akan muncul, so sweet, skripsweet....
Secara umum, penelitian skripsi kali ini dilakukan dengan salah satu metode, antara kuantitatif atau kualitatif. Penelitian kuantitatif umumnya memerlukan alat ukur (umumnya). Sedangkan penelitian kualitatif memerlukan metode observasi/wawancara (pada umumnya). Kesan-kesan para mahasiswa yang memilihnya pun beragam. Mahasiswa yang memilih metode kuantitatif mengeluh pusing mencari subyeknya, karena perlu banyak subyek. Ada pula yang bingung karena belum menemukan alat ukur yang tepat. Berbeda dengan mahasiswa yang memilih metode kualitatif. Mereka kesulitan dalam mencari subyek karena kriterianya sangat spesifik, misalnya mencari individu dengan kondisi khusus. Kedua metode itu pun dapat dikombinasikan menjadi kuantitatif-kualitatif. Kesannya pun berbeda dengan satu metode saja. Mahasiswa yang memilihnya terkadang mengalami kesulitan karena perlu mencari subyek tambahan, datanya kurang beragam untuk melakukan pemilihan subyek wawancara, dan lain-lain.
Kalau dipikir-pikir, penelitian itu sulit ya? Tidak hanya teknik yang diutamakan dalam penelitian, tetapi kemampuan analisis, penulisan, tata bahasa, dan alur berpikir juga diperlukan dalam pembuatan laporannya. Ujian untuk mahasiswa Strata 1 bukan ujian negara atau ujian teori/praktik seperti di sekolah, tetapi presentasi penelitian skripsi. Hal-hal yang sudah dipelajari sejak semester 1 sampai proses penyusunan skripsi akan dinilai pada saat sidang. Tidak mengherankan lagi kalau mahasiswa panik, cemas, berkeringat dingin, dan gugup pada saat akan sidang. Namun, hal-hal yang sebenarnya sudah pernah dipelajari menjadi landasan selama mengerjakan skripsi. Kita mengerti teori seperti apa yang diperlukan dalam penelitian kita. Kita mengetahui bagaimana cara membuat analisis berdasarkan kasus yang ditemukan di lapangan. Masih banyak lagi manfaat yang sebenarnya dapat diperoleh selama mengerjakan skripsi.
Selama mengerjakan skripsi, tidak hanya kompetensi melakukan penelitian saja yang dapat diperoleh, tetapi kita juga dapat belajar dari kenyataan di lapangan. Hal yang dipelajari di kelas belum tentu sama dengan kenyataan yang terjadi. Itulah yang perlu dicari tahu penyebabnya dalam sebuah penelitian. Tidak hanya menganalisis hal yang memang sama dengan yang kita pelajari, tetapi kita juga menganalisis perbedaannya dengan teori. Baik penggunaan metode kuantitatif maupun kualitatif, keduanya sama-sama memiliki manfaat tersendiri. Kompetensi yang terasah pun akan berbeda. Misalnya, mahasiswa akan terlatih menggunakan alat ukur dan mengolah data berupa angka (kuantitatif) dan menginterpretasikannya atau terlatih untuk melakukan observasi/wawancara dan analisis mendalam (kualitatif).
Kompetensi-kompetensi tersebut akan diuji pada saat sidang. Kalau kita sendiri yang melakukannya tanpa terus meminta jasa orang lain untuk mengerjakan skripsi, kita pun memahami karya penelitian kita sendiri. Saat mempresentasikannya pun kita sebagai peneliti yang berbicara. Kita berbicara berdasarkan penelitian kita yang sudah berhasil dilaksanakan dalam kurun waktu yang terbatas. Melakukan penelitian bukan sesuatu yang dapat diprediksi waktu selesainya, tergantung dari seberapa realistisnya topik penelitian, waktu yang diperlukan untuk mencari subyek, dan berbagai hal yang dapat memengaruhinya. Menyelesaikan penelitian dan laporannya dalam waktu yang ditentukan bukan sesuatu yang mudah. Mahasiswa yang berhasil menyelesaikan keduanya dalam proses bimbingan dalam kurun waktu tertentu tentu saja dapat dikatakan sebagai sebuah prestasi.