Bagi beberapa orang, risiko adalah hal yang patut dihindari dan dicegah. Namun, terkadang kita perlu mengambil risiko untuk mencapai sebuah tujuan. Misalnya mengambil keputusan untuk menjalani kuliah. Tujuannya adalah menempuh pendidikan yang diperlukan dalam sebuah profesi. Risikonya tentu biaya, waktu, tenaga, dan lain-lain. Kesiapan seseorang menghadapi risiko pun berbeda, mulai dari persepsinya terhadap risiko itu sendiri, kepercayaan dirinya, dan sebagainya.
UN adalah mahasiswa yang kurang percaya diri, memandang dirinya secara negatif, dan merasa tidak kompeten cenderung menghindari risiko. Upaya yang dilakukannya dapat berupa membuat perencanaan secara detil, termasuk dengan pertimbangan risiko terkecil. Teman-temannya memandang dia sebagai orang yang lemah, tidak bisa apa-apa, dan pengecut. Itu baru tampilan luarnya, bagaimana jika teman-temannya mengetahui apa yang terjadi pada UN di masa kecilnya? Dulunya UN selalu menerima kritikan, dimarahi, dikatakan bodoh saat mendapat nilai jelek. Setiap kali dia mencoba untuk meningkatkan nilainya, selalu perlakuan-perlakuan itu yang didapat meskipun ada sedikit peningkatan. UN merasa dirinya tidak mampu dalam hal tersebut. Setiap UN ingin mencoba sesuatu yang baru, ia takut dengan kegagalan. Belum mencoba, dia sudah berpikir bagaimana jika misalnya gagal. Dia pun tidak siap dengan komentar-komentar lingkungan sosialnya.
Munculnya perilaku menghindar dari risiko juga dapat ditinjau dari masa lalu seseorang. Pengalaman masa lalu terus muncul dalam diri UN sekalipun ia tidak menyadarinya. Seakan-akan sesuatu telah mengarahkan perilaku UN untuk menghindari risiko. Memang sulit bagi UN untuk menentang dorongan tersebut, terutama menghadapi kenyataan pahit seperti sebelumnya, yaitu kegagalannya sendiri (failure). Berbagai seminar mengenai motivasi telah diikutinya, termasuk pula membaca buku-buku tentang motivasi. Tidak ada satu pun di antara itu semua yang berhasil menggerakkan hati UN untuk melawan dorongan menghindari risiko. Jika terus dibiarkan, UN akan tetap memandang dirinya secara negatif seperti apa yang dialaminya dan akan sulit untuk mengembangkan diri.
Di satu sisi UN memiliki keinginan untuk lepas dari belenggu itu dan bebas menjelajahi dunianya. Akan tetapi UN tetap menghadapi hambatan yang sama setiap kali mencoba, sehingga konflik selalu timbul dalam diri UN. UN memiliki seorang teman yang sangat berbeda dari dirinya, DZ. DZ seringkali bertindak dengan perencanaan yang minim dan kerap menghadapi risiko dari keputusannya. DZ memang mengeluh setiap menghadapi risiko, tetapi tetap berupaya mengatasi risiko itu untuk mencapai tujuannya. Berkali-kali terjerumus ke dalam risiko, DZ tetap saja seperti itu. UN pun melihat ke dalam dirinya, merasakan ada yang salah mengenai dirinya. Saat itulah UN baru menyadari ia selalu menghindari risiko. Sebenarnya risiko tidak akan menjadi masalah selama itu dapat diatasi.
Sumber: suksesitubebas.com |
UN memikirkan sebuah analogi seandainya dia adalah seekor burung yang ingin belajar terbang. Sarang burung berada di tempat yang tinggi. Bagaimana jika seandainya dia langsung terjun dari sarangnya tetapi tidak berhasil terbang? Keajaiban apabila dia masih selamat, kurang beruntung apabila jatuh dan tidak dapat bertahan hidup. Pada kenyataannya, hampir semua burung berhasil terbang, berarti kecenderungan gagal lebih sedikit asumsi UN. UN mengandaikan usaha yang dia kerahkan untuk melepaskan belenggu kehidupannya adalah "merentangkan sayap" untuk bisa terbang (mencapai tujuan). Dengan lebih banyak berpikir mengenai tujuan apa yang ingin dicapai akan mampu memberikan dorongan yang lebih kuat untuk mencapainya. Risiko yang tadinya merintangi jalan kesuksesan, kini menjadi sebuah batu kerikil di jalan itu.