Jumat, 31 Agustus 2012

One Spark Will Start a Fire

    Seringkali kita melihat teman kita diisengin berkali-kali dalam satu hari atau bahkan setiap hari. Istilahnya 4L (Loe lagi Loe lagi, orang yang sama) Kita juga bisa tertawa jika melihatnya, karena mungkin terkesan lucu,mewarnai suasana, atau menghibur mungkin? Malah ada juga padahal dia jadi korban tetapi mengapa dia hepi? ternyata orangnya memang "antik", sabaaarrr sekali, diperlakukan seperti apapun yang penting hepi. Jika sekadar bermain "plesetan" seperti "Loh? yang namanya Pero itu bukannya kodok ya? Pero-Pero Pii..." itu masih tidak apa-apa karena sekedar usil. Berbeda halnya apabila di dalam kelas ada seorang anak yang terus menerus menjadi sasaran usil teman-teman sekelas dan perilaku usilnya sudah di luar batas, itu mungkin saja bullying. Misalnya, setiap anak itu melewati sebuah jalan semua teman-temannya berseru, "woi, sok cakep! sok cakep!" sampai dia merasa tidak nyaman dengan hal ini.
Satu percikan saja
mampu mempengaruhi
lingkungan sekitar
     Bullying memiliki berbagai bentuk, ada yang berbentuk fisik, emosional, dan relasional. Dalam hal fisik, pelaku melukai seseorang secara fisik dengan memukul, menendang, mencubit, dan lain-lain. Secara emosional dilakukan dengan melukai konsep diri seseorang, misalnya seperti contoh tadi, korban mungkin dapat merasa dirinya tidak layak pandang karena diperlakukan demikian. Sedangkan dalam jenis relasional, dilakukan melalui sebuah hubungan, contohnya seseorang dikucilkan, dijauhi oleh teman-temannya. Namun pada kenyataannya ada juga istilah cyberbullying, yang dilakukan dengan menjelek-jelekkan seseorang melalui internet seperti media sosial misalnya. Suatu perilaku dapat dikatakan bullying jika korban merasakan pengaruh dari perilaku tersebut, sebab bullying merupakan suatu bentuk perilaku agresif dengan menggunakan kekuatan (force) untuk memengaruhi orang lain. Biasanya di dalam kasus bullying terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korbannya.
     Pihak-pihak tertentu pun menganggap hal ini sepele karena belum mengerti konsekuensinya. Jika berdasarkan pengalaman saat saya mengalaminya pihak institusi justru mengecap saya sebagai "tukang ngadu padahal bandel" hanya karena melihat saya terus melawan jika dibuli sementara teman saya anak yang bisa dikatakan alim kalau di kelas (sok alim gitu deh kalau depan guru). Orangtua pun juga ada yang mengatakan "jangan dibales dong, udah diemin aja...." Bahkan ada seorang anak yang menafsirkannya dengan tidak membalas dengan cara apapun, membiarkan dirinya terus diperlakukan seperti itu. Padahal dampak bullying itu ada pengaruhnya pada tahap perkembangan manusia. Seseorang yang dikatakan "sok cakep" seperti di atas,memiliki kemungkinan turunnya rasa percaya diri, akhirnya dia menjadi pemalu ketika lebih dewasa dan menjadi terlalu sensitif dengan kata-kata itu. Cukup fatal bukan? Lalu apa yang harus dilakukan?
     Jika kita sebagai korban dan mengetahui dengan melapor ke pihak lain hasilnya tidak ada, cukup "bertahan" (tabah menghadapi cobaan) bukan hanya diam. Misalkan itu bersifat fisik misalnya seperti menonjok atau mencubit, cukup tahan tangannya saja. Jika perlu lakukan saja kontak mata dengan ekspresi marah tanpa mengucapkan kata-kata, biarkan dia memandangi kedua mata kita yang indah seperti berlian^^ Tidak mungkin hanya 1x mencoba langsung berhasil, ini tetap membutuhkan waktu dan kesabaran,cukup sampai perilaku pelaku membaik. Jangan hanya berharap dilindungi oleh orang lain, sebab hal itu dapat memberi kesan kita ini lebih lemah, malah menjadi sasaran utama... Ini hanya tips berdasarkan pengalaman saya sampai akhirnya lepas dari bullying, masih banyak tips-tips kreatif lainnya, ini hanya sedikit solusi yang masih dapat dimodifikasi. Jangan lupa tetap percaya diri menghadapinya, semoga bermanfaat...
  

3 komentar: