Rasanya benar-benar menyakitkan kalau sering disalahkan atas apa yang tidak kita lakukan, seperti yang dialami oleh Z. Z dan ayahnya seringkali bergantian memakai komputer. Z sama sekali tidak mengerti bagaimana cara log-off, memasang password pada sistem, mengunci komputer atau yang semacamnya. Ketika ia membuka komputer dan bermain di komputer, ayahnya datang dan mengatakan dengan nada keras, "lu konci ya komputernya? ampe gue ga bisa maen!" Z sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan dan hanya membalas "tidak". Ayahnya sama sekali tidak percaya padanya dan membentak, "Bohong! ga mungkin lu ga ngerti! .... (sambil melontarkan kata-kata kasar)". Ini bukan pertama kalinya Z disalahkan atas sesuatu yang tidak dilakukannya, ini sudah ke sekian kalinya. Tentu Z merasa sakit dilontarkan kata-kata kasar oleh ayahnya sendiri. Z yang tidak tahan lagi hanya membalas dengan ketus, "Siapa yang konci coba, ngerti aja ngga. kalau nuduh tuh pake bukti, ga ada bukti maen salahin orang. dikira ga sakit apa? semua disalahin juga sakit, emangnya papa ga sakit apa kalau disalahin? emangnya Z ga punya prasaan kayak papa?" Mulai saat ini keduanya membisu hingga keesokan harinya.
Z yang masih sakit hati atas perlakuan ayahnya mencoba berbagi dengan ibu dan teman-temannya. Ibu dan teman-temannya pun terkejut bahwa Z benar-benar marah sampai melontarkan kata-kata yang ketus. Z yang merasa tidak dihargai oleh ayahnya merasa bingung apa yang harus diperbuat lagi. Dia merasa dirinya tidak salah setelah berpikir kembali. Dia cenderung menjadi pemarah jika berhadapan dengan seseorang yang menyalahkannya dengan cara yang tidak baik seperti langsung membentak tanpa mengklarifikasi terlebih dahulu. Sayangnya, ayah Z tidak benar-benar mengetahui karakter Z seperti ini karena dia sering disalahkan oleh ayahnya. Di satu sisi Z ingin berusaha untuk menerima ayahnya apa adanya, di lain sisi dia sangat membenci kecenderungan ayahnya yang suka menyalahkan orang lain, tidak hanya Z tetapi ibunya dan orang-orang lain juga disalahkan. Akhirnya Z memutuskan untuk tidak memakai komputer di saat ada ayahnya supaya dia tidak disalahkan mengunci komputer, karena hanya dia yang memakainya selain sang ayah. Tentu hal ini akan mengurangi produktivitasnya saat dia kuliah, karena sebagian besar tugas kuliah dikerjakan dengan komputer. Salah satu sumber hiburan Z juga komputer itu. Z sebenarnya ingin sekali menjadi pribadi yang tidak oversensitive jika disalahkan, tetapi dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya jika lingkungan sosialnya selalu membuatnya seperti itu. Sepanjang hari dia hanya berusaha tetap tersenyum di hadapan siapapun untuk menyembunyikan kemarahannya.
![]() |
Keluarga juga dapat menentukan bagaimana kepribadian seorang anak berkembang ketika dia dewasa kelak. baik melalui nila-nilai dan norma, maupun perilaku masing-masing anggota keluarga. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar