Diskon di akhir tahun tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Banyak toko yang memberikan diskon besar-besaran untuk menarik para konsumen. Ditambah lagi maraknya penggunaan kartu kredit yang menambah keinginan berbelanja alias shopping. Akan tetapi bagaimana kita mudah tergiur dengan diskon? Apa yang menyebabkannya?
![]() |
Shopping boleh-boleh saja, tetapi perlu dikontrol |
Sebagai seorang penjual barang/jasa, tentunya punya kecenderungan "melihat peluang" dalam berbagai situasi, misalnya akhir tahun. Menjelang tahun baru, ada keinginan "tahun baru, semua serba baru" Pakaian baru? Sepatu baru? Tas baru? dan lain-lain. Ini dapat dimanfaatkan untuk menjual barang-barang tersebut dengan diskon. Ada konsumen yang mudah tergiur dengan diskon (suka mencari peluang). Ketika muncul diskon, dia bergegas ke toko dan shopping tanpa berpikir panjang. "Mumpung diskon 50% nihhh, kapan lagiiii?? Serbuuuuuuuuuu!!!!" Itulah yang terjadi. Terdapat tipe iklan yang mendorong konsumen untuk bergerak cepat (untuk konsumen yang tidak suka berpikir lama sebelum membeli). Contohnya, "SALE 50% 1 hari." Toko pun langsung dipenuhi konsumen yang ingin berbelanja. Apalagi tipe konsumen itu adalah si pencari peluang tadi. Lengkaplah sudah, si pencari peluang dapat peluang, akhir ceritanya diskon masih ada di hari-hari berikutnya, The End, happy forever & ever.
Selanjutnya, bagaimana hubungan kartu kredit dengan semua ini? Kartu kredit memungkinkan konsumen berbelanja, meski tidak memiliki uang. Kondisi ini memicu para konsumen untuk dapat berbelanja besar-besaran pada saat diskon. Hati-hati, jangan sampai kita kena jebakan-jebakan Batman ini... Ingin berbelanja? tentu boleh. Di sini terdapat sebuah tips sebelum berbelanja. Golongkan mana yang menjadi kebutuhan, pelengkap, dan barang mewah. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk hidup, misalnya sandang-pangan-papan-pendidikan. Sedangkan barang-barang pelengkap (sabun mandi, handphone, dsb.) dan kebutuhan akan barang mewah (TV, radio, lampu kristal, Nintendo 3DS, dan lain-lain). Pertimbangkanlah juga biaya untuk keperluan mendadak (uang untuk berobat misalnya) dan biaya-biaya hidup (biaya listrik, biaya air, dan lain-lain). Setelah menggolongkan, belilah barang-barang yang paling dibutuhkan terlebih dahulu. Terakhir baru beli barang-barang mewah, sehingga kebiasaan berbelanja "overdosis" dapat dikontrol. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar