Jumat, 18 Januari 2013

Di Dalam Kegelapan Ada Setitik Cahaya

Tanggal 17 Januari 2013 terjadi banjir sepinggang di daerah Kebon Jeruk II Sawah Besar. Banjir adalah hal yang lazim, sayangnya kejadian yang tak diharapkan terjadi. Banjir terjadi sebelum Pk. 08.00, ketika Pk. 08.30 listrik padam alias mati lampu. Mati lampu itu berlangsung sampai 41,5 jam lamanya. Segala rencana beraktivitas dan rutinitas terganggu total. Bahan makanan yang disimpan di kulkas pun bisa rusak karena tidak dapat diawetkan dalam suhu rendah dikarenakan kulkas juga tidak menyala. Krisis air juga hampir terjadi, bak air yang ada di rumah terendam banjir, airnya pun kotor, sehingga harus memakai air sehemat mungkin. Kejadian terfatal adalah hari itu tepat Pk. 12.40 saya harus mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) untuk kuliah semester 6 sementara listrik masih padam dan banjir masih belum surut. Saya sudah tidak tahu harus bagaimana, sempat bingung, sempat "bengong" meratapi nasib.

     Ketika bangun Pk. 08.00, saya sengaja tidak kembali berbaring di ranjang supaya tidak tergoda untuk tidur. Udara dingin dan suasana remang-remang romantis selalu menggoda untuk menutup mata. Saya pun melawan rasa malas dengan sesuatu yang saya suka, yaitu main game di komputer supaya mata tetap terjaga. Sebaliknya, malah tergoda untuk main game. Selama asyik-asyiknya main, tiba-tiba bet! Listrik padam! Saya pikir mungkin hanya berlangsung satu sampai dua jam, ya sutralah biarkan saja, kembali tidur (terkena godaan alam). Pk. 10.00 pun saya terbangun, terkejut masih mati lampu dan hujan deras sementara banjir belum surut. Pikiran pun melayang ke jadwal pengisian KRS, keinginan berbuat nekad muncul, "Kalau sampai jam 12.40 listrik masih mati, gue rela deh banjir-banjiran ujan-ujanan jalan ke Sevel pinjem Wi-Fi buat isi jadwal." Selagi bergalau ria saya juga sempat mengobrol dengan teman-teman untuk menemukan solusinya, ternyata ada seorang teman yang menawarkan diri untuk mengisi jadwal. Akhirnya saya memutuskan untuk meminta bantuannya untuk saat ini. Saya benar-benar ber terimakasih kepada dia. Kalau dia tidak ada, saya tidak bisa mengisi jadwal tepat waktu dan memperoleh kesempatan kuliah semester 6 dengan jadwal itu.
     Oh ternyataaaa.... Ada apa gerangan??? Pk. 12.40 banjir sama sekali tidak surut, malah bertambah dalam dari semata kaki menjadi sedengkul. Listrik yang masih padam juga membuat saya semakin stres. Stres dicampur tegang hasilnya rujak bebeg. Tegang memikirkan bagaimana hasil pengisian jadwal bercampur aduk dengan stres karena benar-benar kehabisan ide mau melakukan aktivitas apa. Sejak pagi cahaya matahari pun sama sekali tidak terlihat dan terasa teriknya. Alhasil, suasana menjadi gelap gurita, mau menggambar, melukis, membaca, belajar, menonton, dan lain-lain semuanya tidak bisa dilakukan karena listrik padam dan kurang pencahayaan. "Mutung" mode on.... (melamun tanpa pikiran) Perasaan panik senantiasa menemani... Barang dagangan Papa bisa terendam banjir di lantai 1. Kami sekeluarga bergegas turun ke lantai 1 untuk mengamankan barang dari TKP (Tempat Kejadian Pembasahan massal). Sebelumnya mahasiswa yang mengandalkan otak untuk mengatur siasat belajar berubah menjadi maha-angkut barang yang mengandalkan otot. Teman saya juga bernasib sama seperti ini harus mengangkut barang ke tempat lebih tinggi menghindari banjir. Bisa-bisa tiba saatnya kuliah dia jadi six-pack, saya jadi triplek pada akhirnya.
      Banjir dan mati lampu masih setia menemani sepanjang malam bersama dengan nyamuk-nyamuk tercinta. Kalau yang menemani itu game komputer ekstra sinetron masih OK, ini nyamuk (tamu tak diundang).. Saya dan teman-teman juga terpaksa menunda jadwal belajar untuk 1 mata kuliah persiapan smester 6, karena pada akhirnya akan scuba diving di kampus. Saya masih berharap banjir surut dan lampu menyala keesokan harinya ketika bangun. Keesokan harinya harapan itu tidak terkabul, malah sama saja. Bedanya kali ini kami sekeluarga menimba air dari bak di depan rumah agar dapat membersihkannya. "Beneran jadi triplek pas masuk kuliah ini mah...." saya bergumam. Selain itu aktivitas yang dilakukan adalah kembali mutung. Mungkin ada yang pernah membaca tulisan sebelumnya dalam blog ini mengenai "bosan di tempat kerja", intinya bosan mendatangkan kreativitas, kita lihat dalam situasi "mutung" kali ini. Selama "mutung" saya berimajinasi seorang teman yang selalu membuat kuliah penuh skandal (perilakunya sering mendatangkan tawa) dalam kondisi kebanjiran. Kemarin, saya sempat bercanda dengan dia, berikut ini sedikit dialog SMS (short message send)-nya:

Saya: "Banjir-banjir gini mendingan kita buka usaha swimming pool sama scuba diving, lumayan tuh"
Dia: "iya, surfing juga bisa. Pake gerobak, wkwkwkwwkkkk"

Surfing? Gerobak? Nice... Saya membayangkan dia naik di atas gerobak berwarna jingga hitam-hitam (terkena kotoran banjir) dengan baju shocking pink. Di belakang gerobak dipasang payung pantai yang warna-warni itu lhoo.... Kemudian di bagian bawah belakang gerobak dipasangi mesin untuk motor boat. Ketika gerobak itu surfing di tengah banjir, dia berseru dengan gaya gemulai, "Halo semuanyaaaa.... Naek yuk, enak looo.... (melambaikan tangan)" "Yoouuuu stress youuu.... Surfing pake gerobak..." "This is it! Motor Boat ala Parah Queen!!!" NOTE: Ini cuma kalimat Farah Quinn yang dimodifikasi. Kalau Farah Quinn itu master dalam memasak makanan yang selalu menggugah selera. Kalau Parah Queen, master pembuat skandal, skandalnya yang menggugah selera. Lumayan, di tengah-tengah banjir ekstra mati lampu masih bisa tersenyum meskipun hanya sedikit. Kreativitas yang mendatangkan senyum datang di saat sedang bosan tidak ada kegiatan. Tidak selamanya bosan selalu berdampak negatif, masih bisa dimanfaatkan pada akhirnya. Setelah tersenyum-senyum sendiri, saya tertidur pulas.
Lihatlah wajah mereka yang tersenyum.
Banjir tidak selalu disertai tangisan,
tetapi juga senyuman mereka.
     Tepat hari ini Pk. 06.00 mata terbuka dan melihat ada sinar lampu kuning dari kamar mama. Masih tidak percaya, saya mendekat ke sana dan melihat ada lampu bohlam yang menyala. WOW!!! AMAZINGGG!!! Akhirnya listrik kembali hidup! So sweet!! Hal pertama yangs aya lakukan adalang men-charge handphone. Sudah 1 hari penuh saya tidak menyalakannya karena kehabisan baterai. Kemudian bergegas menyalakan komputer dan membuka Facebook (Fb), untuk melihat bagaimana respon-respon teman-teman seangkatan waktu KRS dan me-reply komentar-komentar mereka ke status Fb yang saya tulis tanggal 17 Januari lalu sebelum Pk. 12.40 lewat handphone:

"jijiji~ tgl bk usaha swimming pool & scuba diving dpn rmh (mmanfaatkan banjir), wkwkwk Tp ap kabar neh KRS ntar? Listrik aj KO..== acem = harap cemas" 

Kejadian selama 2 hari lebih ini secara sekilas tampaknya tidak menyenangkan. Akan tetapi saya mencoba melihat dari sisi yang lain. Lewat kejadian ini saya bisa belajar untuk tetap berpegang pada harapan dan lebih bersabar menunggu sesuatu yang positif akan terjadi. Kita hidup karena kita memiliki harapan. Setiap bangun pagi selalu berpikir:

Aku ingin begini
Aku ingin begitu
Ingin ini itu banyak sekali 


Semua semua semua
Dapat dikabulkan
Dapat dikabulkan
Dengan kantong ajaib 

...

(Kutip: Lagu Doraemon versi Indonesia) 


Selalu ada rencana dan keinginan untuk melakukan ini dan itu. Harapan membuat kita bertahan hidup, misalnya harapan ingin makan dan ingin minum. Jika tidak ada keinginan untuk makan dan minum, yang terjadi kita benar-benar tidak makan dan minum karena tidak merasa lapar dan haus, bukankah begitu? Harapan itu membuat kita memiliki tujuan, dapat bertahan dalam situasi sulit, membawa senyuman,dan membawa setitik cahaya dalam kegelapan, habis gelap terbitlah terang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar