Kamis, 28 Februari 2013

"Dunia Serasa Milik Berdua"

Siapa sih yang tidak mengerti arti istilah "homoseksual"? Istilah ini sangat umum di kalangan masyarakat, tetapi seringkali salah dalam penggunaannya. Apalagi kalau kita berbicara dalam konteks pergaulan, terkadang keluar istilah "maho (manusia homo)" untuk bercanda. Namun, apakah kita menyadari bagaimana rasanya kalau kita menempatkan diri sebagai orang yang homoseks mendengar lelucon seperti itu? Konsep yang keliru itu homoseks disamakan dengan hubungan cinta laki-laki dengan laki-laki. Ini paradigma yang masih keliru... Homo itu berarti sama, dalam hal ini adalah sama jenis kelaminnya, sehingga dapat berupa hubungan antara pria dengan pria atau wanita dengan wanita. Jadi, tolong hati-hati dalam bertutur kata.

     Sedikit mengulas kembali dari tulisan sebelumnya. Homoseksual merupakan salah satu orientasi seksual yang dimiliki seseorang. Orientasi berarti seseorang berhak memilih ingin memilih jalan yang mana, apakah dia memilih untuk menjadi heteroseksual (hubungan cinta dengan lawan jenis), homoseksual (hubungan cinta dengan sesama jenis), atau biseksual (tertarik pada pria dan wanita). Pilihan ada di tangan Anda, Anda berhak memilih apapun, karena Anda begitu berharga... Kalau dipikir-pikir, bagaimana prosesnya sehingga kita bisa mengatakan seseorang itu homoseksual? Apa saja yang ada pada diri seseorang sehingga kita mengatakan dia homoseksual?

Bersama pasangan serasa dunia milik berdua,
maunya idak keluar dari dunia itu dan tetap menikmati
     Setiap manusia memiliki perilaku seksual, fantasi seksual, kedekatan emosional, dan konsep diri seksual. Hal-hal ini juga dapat bervariasi pada setiap manusia. Topik mengenai perilaku seksual memang terkadang kontroversial sifatnya, seks bisa dipandang sebagai anugerah atau juga bukan dan mengarah pada sesuatu yang memiliki konotasi negatif. Di sini, kita hanya akan memandang seks sebagai anugerah, jadi kita akan memandangnya dari sudut pandang yang lebih ilmiah. Perilaku seksual yang dimaksudkan itu misalnya pacaran. Apa sih yang dilakukan selama pacaran? Coba kita paparkan hasil observasi sepasang kekasih di mal, ada yang berpegangan tangan, ada yang duduk berdempet-dempetan, dan lain-lain yang intinya "dunia serasa milik berdua." Inilah contoh perilaku seksual, berperilaku karena merasa tertarik dengan orang lain yang disukainya. Kalau berbicara mengenai fantasi, itu seperti imajinasi. Kita membayangkan segala sesuatu dalam pikiran kita, termasuk salah satunya berfantasi mengenai hubungan cinta dengan orang lain. Sesuatu yang dinamakan cinta juga meliputi kedekatan secara emosional. Kalau ditanya, "kenapa sih lu suka banget sama itu cowok? padahal kan dia kliatannya biasa aja." Ada sesuatu yang klik! yang membuat seseorang merasa nyaman di dekat orang lain (kedekatan emosional), misalnya "dia selalu ada saat gue butuh.... gue ga butuh juga dia nongol terus ampe gue bosen, pokoknya sesuatu dehhh." Konsep diri juga dapat menggambarkan kita ini seperti apa. Kalau konteksnya seksual, kita memandang diri kita sebagai seorang laki-laki/wanita yang jatuh cinta pada lawan jenis, sesama jenis, atau keduanya, kira-kira seperti itu.

     Baik heteroseksual, homoseksual, maupun biseksual... Ketiganya memiliki hal-hal di atas, tetapi berbeda satu sama lain. Seseorang yang heteroseksual membayangkan hubungan cinta antara dua orang yang berbeda jenis kelamin, karena dia tertarik pada lawan jenis. Dengan berhubungan dengan lawan jenis akan merasa lebih nyaman. Namun pada homoseksual, mereka membayangkan cinta antara sesama jenis, sebab mereka tertarik pada sesama jenis. Mereka lebih nyaman dengan sesama jenis daripada dengan lawan jenis karena berbagai pertimbangan, sehingga akan klik! jika berhubungan dengan sesama jenis. Berbeda halnya dengan biseksual, mereka dapat membayangkan cinta antara lawan jenis dan sesama jenis, sebab mereka terterik pada keduanya, kanan OK kiri juga OK. Dari segi perilakunya mungkin seseorang akan tampak seperti salah satu orientasi seksual ini, tetapi itu baru satu dimensi dan belum menggambarkan secara keseluruhan. Mungkin pula ini yang menyebabkan seseorang mudah mengatakan "maho" atau semacamnya. Lantas, bagaimanakah dengan aspek-aspek lain seperti fantasi seksual, kedekatan emosional, dan konsep diri seksual? Ketiganya tidak dapat langsung dilihat karena ketiganya hanya ada di dalam diri seseorang. Apabila seseorang mengungkapkan yang sebenarnya mengenai tiga hal ini, kita baru akan mengetahuinya. Selama kita tidak tahu, sebaiknya kita diam. Jika kita tahu, usahakan jangan sampai melukai perasaan orang bersangkutan. Sadar/tidak, seringkali kita tidak sengaja dalam bertutur kata, siapa tahu yang keluar itu adalah kata-kata sensitif, ini alasannya kita harus berhati-hati dalam berkata.

Senin, 25 Februari 2013

Diam Menyimpan Berbagai Kesan

Nah, kali ini kita mulai berbicara mengenai teknik wawancara, yang merupakan salah satu mata kuliah legendaris di S 1 Fakultas Psikologi. Entah mengapa, kalau berbicara mengenai kelas ini yang terbayang selalu tugas, tugas, dan tugas. Percayalah, di balik lelahnya mengerjakan tugas selalu ada manfaatnya. Ada sebuah tugas dimana kami, para mahasiswa harus mewawancarai seorang praktisi dari psikologi klinis dewasa/klinis anak/industri & organisasi/pendidikan (diundi) mengenai teknik wawancara. Setelah itu, kami harus membuat laporan dan presentasi di kelas. Hari ini, teman-teman yang telah mewawancarai praktisi psikologi klinis dewasa dan klinis anak melakukan presentasi di dalam kelas, bagaimanakah kesannya terhadap para praktisi dalam bidang ini ???

     Jujur, selama di kelas saya mudah sekali mengantuk jika orientasi saya adalah hanya mendengarkan sampai memahami apa yang dijelaskan saat teman-teman presentasi. Siasatnya, saya membuat tujuan lain, yaitu "mencari keunikan masing-masing praktisi yang diwawancarai." Keunikan selalu membuat saya "tergiur," sehingga saya dapat terus fokus menikmati presentasi yang disajikan. Nah, kita bahas satu per satu beberapa keunikan yang ditemukan tadi. Sejak awal hingga akhir presentasi masing-masing kelompok selalu mengatakan teknik wawancara dapat dilakukan bersamaan dengan observasi. Selama kuliah kami diajarkan per metode, misalnya di kelas metode observasi diajarkan untuk memperoleh data melalui  observasi tanpa wawancara. Seandainya kita sebagai pemula, bagaimana kita melakukan keduanya sekaligus? Jawaban dari kelompok adalah jam terbang, itu intinya. Semakin sering kita melakukan keduanya maka semakin tajam kedua keterampilan tersebut. Bahkan ketika pertama kali seorang klien masuk melalui pintu, kita sudah mampu menebak apa yang kira-kira menjadi masalahnya. Pertanyaan sadis selalu muncul setelah selesai kelas, dari yang saya simpulkan ini seperti menggunakan intuisi. Alasannya, jam terbang erat sekali kaitannya dengan jumlah pengalaman. Berarti pengalaman itu seakan-akan mengarahkan kita dalam bertindak, termasuk observasi. Namun, bagaimana tingkat akurasi dari intuisi itu? Apakah setara dengan observasi yang mengandalkan keahlian pengamat?

     Selanjutnya terdapat pembahasan mengenai seorang pakar yang merupakan penganut behaviorisme, terutama dalam hal tes dan terapi, fokusnya lebih pada masa kini dan masa depan. Behaviorisme memang tidak terlalu banyak menyinggung masa lalu seperti aliran lainnya. Ketika ditanya, "apakah dia menggunakan tes grafis?" Jawaban dari kelompok "sepertinya tidak." Padahal tes grafis bermanfaat sekali dalam mengidentifikasi seperti apa kepribadian seorang anak dan apakah yang menjadi masalah yang dialaminya saat ini. Tes grafis ini memang lebih ke arah aliran psikoanalisis (seolah-olah mencari tahu apa yang tidak disadari seseorang), juga berorientasi pada masa lalu dan masa kini (berbeda dengan behaviorisme). Namun, tidak ada hukum yang menyatakan bahwa seorang penganut behaviorisme tidak boleh menguasai keterampilan dalam psikoanalisis. Justru akan menjadi lebih baik memiliki lebih dari satu keterampilan. Selama di Psikologi kami selalu diajarkan untuk memandang masalah dari berbagai sisi. Apabila dari satu sudut pandang masalah masih kurang jelas, kita punya pilihan menggunakan sudut pandang lain. Bukankah demikian? Pemahaman seperti inilah yang seharusnya tetap dipelihara. Dengan menutup sudut pandang lain, artinya sudah sekian banyak informasi yang kita abaikan.

     Selama kelompok berpresentasi saya sempat memperhatikan ucapan-ucapannya yang agak sedikit mengganjal. Pada awal presentasi diungkapkan bahwa pakar tersebut mengatakan bahwa metode-metode yang digunakannya tidak memiliki kelemahan. Hellowww....? Tidak ada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa. Apalagi setelah belajar mengenai beberapa alat tes psikologi dan metode observasi. Keduanya sama-sama memiliki kelemahan. Misalnya kedua keduanya sama-sama memiliki validitas yang rendah apabila digunakan sebagai metode tunggal. Apabila menggunakan observasi saja, kita akan kekurangan informasi yang ada dalam pikirannya. Salah satu cara memperolehnya adalah dengan wawancara. Metode-metode itu sama-sama memiliki kelemahan, sehingga digunakan semua apabila masih kekurangan data. Hal lain yang mengganjal itu saat ditanya "kapan menggunakan observasi, wawancara, dan tes?" Beliau menjawab "setiap hari". Di bagian tengah menjelang akhir presentasi ternyata ada ungkapan "tes tidak dapat selalu digunakan." Saya pun bertanya-tanya ada apa gerangan, mengapa  kedua informasi tersebut tidak konsisten? Kalau bertanya penyebab atau faktor, selalu berjuta-juta rasanya alias banyak. Salah satu kemungkinannya, mungkin praktisi tersebut masih kurang memperhatikan seberapa sering Beliau menggunakan tes. Apabila kita yang berada dalam posisi Beliau tanpa bisa menebak apa yang akan ditanya tentu akan bingung juga saat menjawab. Hasilnya jawaban kita belum tentu akurat, karena jawaban itu berasal dari proses berpikir yang terlalu singkat dalam konteks wawancara. Proses itu mungkin dapat berlangsung lama, kita bisa berpikir lebih dalam lagi, tetapi kasihan pewawancara... Dia sudah menunggu lama dan dibuat menunggu lagi, kasihan kalau sampai terjadi. Selama kita melakukan wawancara, mungkin ada baiknya kalau kita tetap tenang. Tenang memampukan kita berbicara dengan kecepatan yang lebih rendah, sehingga narasumber mampu meresapi pertanyaan yang kita ajukan. Setelah narasumber selesai meresapi, jawabannya tentu lebih berkualitas bukan? Jangan lupa, baik kita sebagai pemula dalam wawancara maupun para praktisi, keduanya sama-sama manusia biasa. Mereka menempuh pendidikan terlebih dahulu, sehingga mereka mampu meraih cita-citanya menjadi seorang praktisi sebelum kita yang masih pemula. Artinya, baik praktisi maupun seorang pemula, keduanya sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal terpenting adalah mengenali kedua hal tersebut untuk menjadi lebih baik lagi.

Kamis, 21 Februari 2013

Kanvas Putih

     Manusia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan sempurna, memiliki kelebihan dan kekurangan. Manusia memang tidak sempurna, namun mampu menjadi lebih baik lagi apabila mau mengakui kekurangannya dan memperbaikinya. Inilah alasan manusia tidak memiliki kesempurnaan. Ketidaksempurnaan membuat manusia memiliki daya juang untuk menjadi lebih baik. Ibarat sebuah kanvas putih, manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. Setiap warna yang disapu di atas kanvas itulah yang menentukan apakah nantinya kanvas itu menjadi indah atau tidak.


     Semester pertama saya kuliah di Fakultas Psikologi, saya tidak ada apa-apanya. Seiring berjalannya waktu, saya banyak belajar baik melalui kuliah, pengalaman dosen-dosen, berorganisasi selama 1 periode, seminar, maupun workshop. Melalui proses ini ternyata saya menemukan seperti apa diri saya sebenarnya. Saya sama sekali tidak menyangka adanya kekurangan-kekurangan seperti itu, saya pun seakan-akan dituntun untuk menemukan akar dari kekurangan itu dan mengatasinya. Selama kuliah, memang inilah tujuan akhirnya, mengenal diri sendiri sebelum mengenal diri orang lain alias berobat jalan. Satu per satu kekurangan yang saya miliki terungkap. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa proses belajar selalu membuat keringat bercucuran bersamaan dengan air mata. Tugas-tugas kuliah dan ujian-ujian serta hal-hal yang tidak dapat diprediksi selama kuliah dapat membuat seseorang stres, panik, marah, dan lain-lain. Hanya ada satu pertanyaan, Apakah semua itu memiliki sisi positif? Bukankah cara melihat dari berbagai sudut pandang seperti ini juga diajarkan dalam Psikologi?

     Selama berorganisasi, seringkali rapat program kerja (proker) diumumkan beberapa hari mendekati harinya. Rencana yang sudah saya buat harus diubah dengan mempertimbangkan jadwal rapat, ditambah lagi ada kerja kelompok untuk kuliah. Saya semakin kesal ketika hampir setengah jumlah anggota kelompok tidak bekerja dan teman saya harus melakukan kompensasi sendiri, padahal saya sudah menjelaskan apa yang harus dilakukan. Awal periode memang seperti itu, saya belum mampu menciptakan keselarasan antara kuliah dan organisasi. Seiring waktu, akhirnya seorang senior memberikan kritik kepada saya. Hal yang saya tangkap, saya harus bisa menguabah diri untuk mengimbangi kuliah dan organisasi. Ibarat sebuah kanvas yang sudah diwarnai, siapapun akan mengalami kesulitan untuk memberikan warna baru di atasnya. Namun, apabila kanvas itu putih dan membiarkan segala warna masuk, itulah saatnya kanvas berubah perlahan-lahan menjadi sebuah lukisan. Apabila kita mau membuka diri, berbagai warna kehidupan akan memberikan banyak sekali pengalaman berharga. Sebaliknya, jika terus menutup diri artinya kita mengasingkan diri dari berbagai pengalaman berharga.  Pilihan yang saya miliki adalah ingin menjadi kanvas yang mana? Itu merupakan suatu hal yang berharga yang saya dapatkan di dalam organisasi yang dapat dipergunakan di dalam kehidupan sehari-hari. Melalui organisasi saya juga belajar bagaimana caranya berdiskusi, mengambil keputusan, memantau performa seseorang dalam bekerja, mengenal sedikit bagian dari dunia kerja, dan lain-lain.

     Setelah melewati akhir periode organisasi saya dihadapkan pada sebuah pilihan sederhana. Teman saya mengajak saya menonton di bioskop bersama saudaranya. Ini adalah pertama kalinya saya mendapat kesempatan untuk jalan-jalan dengan keluarga teman, sayangnya saya belum terbiasa. Saya ragu dalam mengambil keputusan untuk ikut atau tidak. Teman saya pun tiba-tiba mengatakan bahwa saya tidak boleh selamanya seperti ini, saya harus berani encoba sesuatu yang baru. Memang benar ini adalah kritikan yang cukup pedas bagi saya, tetapi ini benar. Saya tidak mungkin terus mempertahankan pendirian di tengah perubahan. Belajarlah dari air, air bisa menempati wadah seperti apapun dengan membiarkan wadah membentuknya. Menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya secara efektif, itulah yang seharusnya dipahami dan diterapkan. Di sini saya menyadari bahwa saya sama sekali tidak fleksibel, sedangkan saya memerlukan fleksibilitas untuk menghadapi perubahan. Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti saran dari teman saya, suka/tidak mau/tidak mau saya mencobanya dengan mengesampingkan perasaan tidak nyaman itu. Sementara waktu, yang dapat saya lakukan hanya bertahan dan mencoba bereaksi sewajarnya pada situasi yang terjadi, baik itu dapat diprediksi maupun tidak.

     Secara khusus saya sangat berterima kasih kepada organisasi tersebut dan teman saya, Mereka adalah keluarga Psikologi yang telah menyadarkan saya betapa pentingnya untuk belajar fleksibel. Andaikan saya tidak disadarkan, saya akan selalu cemas setiap menghadapi perubahan. Belajar fleksibel tidaklah mudah, terkadang kecenderungan untuk tidak fleksibel kembali muncul. Rasanya itu saya ingin menerima perubahan, tetapi di lain sisi juga ingin menolaknya. Perasaan ambivalen ini yang harus dihadapi selama mencoba untuk terus belajar. Sekali saja berhasil untuk fleksibel, itu sudah menjadi poin tambahan. Pengalaman berhasil itu akan menuntun kita untuk kembali fleksibel seperti apapun keadaannya. Keluarga Psikologi dapat diandaikan sebagai dua kuas yang siap memberi warna pada kanvas. Mereka memberikan beragam warna-warni berupa pengalaman berharga yang belum tentu dapat saya peroleh dimanapun. Kanvas ini belum sepenuhnya menjadi lukisan karena belum 100% diwarnai. Kanvas ini hanya menunggu sampai waktunya tiba untuk menjadi lukisan dengan terus membiarkan pengaruh-pengaruh positif seperti itu semua menjadi warnanya. Lukisan memang belum selesai, tetapi beraneka ragam warna itu telah menghasilkan harmoni, harmoni yang menunjukkan siapa saya sebenarnya.

Normal & Abnormal

     Dalam hubungan percintaan, umumnya yang dianggap wajar adalah hubungan antara pria dan wanita. Ini baru satu macam orientasi seksual (heteroseksual), masih ada dua lagi, yaitu homoseksual dan biseksual. Bagi negara-negara tertentu, hubungan di luar ini sudah mulai diperbolehkan, misalnya budaya barat. Di sana pasangan homoseksual sudah dianggap sebagai sesuatu yang wajar, sedangkan di negara lain masih mungkin dianggap tidak wajar. Sisi manakah yang Anda pilih? Sisi pro terhadap homoseksual? Atau Kontra?



     Orientasi seksual dapat dikatakan sebagai pilihan atau minat terhadap individu lain, baik secara fisik, emosional, seksual, dan romantis. Sejauh ini dikenal tiga macam orientasi seksual, antara lain heteroseksual, homoseksual, dan biseksual. Heteroseksual selalu dianggap sesuatu yang normal atau wajar, sementara kedua orientasi lainnya seringkali tidak dianggap normal oleh beberapa kalangan. Seseorang yang tertarik pada lawan jenis disebut heteroseksual (hetero = berbeda). Seseorang yang tertarik dengan sesama jenis disebut homoseksual. Kata "homo" berarti sama, namun seringkali kurang tepat dalam penggunaannya. Saat melihat laki-laki menjalin hubungan cinta dengan sesama laki-laki, ini dikatakan "homo" kalau di masyarakat tertentu. Sekarang ditanya, kalau melihat perempuan menjalin hubungan cinta dengan perempuan itu apa? Biasanya dijawab "lesbi." 

     Waktunya pencerahan... Laki-laki Vs. laki-laki dan perempuan Vs. perempuan keduanya sama, sam-sama dengan sesama jenis. Keduanya adalah "homo" yang berarti "sama." Apa yang sama? Orientasi seksual dengan sesama jenis. Kalau laki-laki Vs. laki-laki itu disebut gay, bukan homo. Sedangkan perempuan Vs. perempuan itu lesbian. Apa itu biseksual? Tentunya berbeda dengan heteroseksual dan homoseksual. Biseksual adalah orientasi seksual seseorang yang tertarik dengan lawan jenis dan sesama jenis. Seseorang yang biseksual dapat tertarik dengan laki-laki maupun perempuan. Dianggap wajar/tidak, tergantung kita melihat dari budaya mana dan nilai-nilai apa yang dianut dalam masyarakatnya. Nilai-nilai selalu menjadi bagian dari masyarakat, nilai ini dapat diturunkan dari generasi ke generasi, termasuk wajar/tidaknya hubungan cinta seperti homoseksual dan biseksual. Ingin ditinjau dari sisi keagamaan, boleh-boleh saja. Namun di sini kita asumsikan ceteris paribus, faktor-faktor lain dianggap tetap, sehingga lebih dibahas kontroversi normal/abnormal.

     Kalau berbicara normal atau tidak, banyak sudut pandang yang dapat dibahas. Seseorang yang normal akan memandang orang yang berbeda darinya sebagai abnormal, begitu pula sebaliknya. Misalkan seseorang melihat penderita gangguan mental akan menganggapnya abnormal. Apabila kita balikkan posisinya, apa pandangan si penderita gangguan mental? Justru orang yang tidak mengalami gangguan mental itu dipandang abnormal. Berbicara mengenai jumlah, apabila terdapat 10 orang yang suka sekali bermain game, tetapi ada satu orang di antaranya yang tidak suka. Siapa yang terlihat berbeda? Umumnya, yang terlihat berbeda itulah yang dianggap abnormal. Hal yang sama juga terjadi pada pasangan homoseksual dan biseksual. Sebagian besar masyarakat adalah heteroseksual pada jaman tertentu. Akibatnya, orientasi seksual lainnya dianggap tidak normal. Sampai-sampai sebagian dari mereka ada yang dijauhi, menghadapi konflik dengan keluarga dan kerabat-kerabatnya, konflik batin, sembunyi-sembunyi dalam menjalin hubungan, dan lain-lain. Seakan-akan kita seperti merenggut hak mereka untuk menikmati kebebasan menjalin hubungan. Pada dasarnya orientasi itu adalah pilihan, baik heteroseksual, homoseksual, atau biseksual adalah pilihan bagi kita semua. Setidaknya jika bertemu dengan orang-orang berorientasi homoseksual atau biseksual kita berperilaku seperti kita sehari-hari mungkin sudah lebih dari cukup bagi mereka. Bagaimana rasanya kalau kita di posisi mereka yang dikucilkan dan dianggap tidak normal? Intinya normal atau abnormal itu sama saja, tergantung kita berada di posisi yang mana. Kita mengatakan orang lain itu abnormal, kita sendiri juga abnormal jika dipandang olehnya. Jadi, hati-hati sebelum mengatakan abnormal/tidak. Setiap manusia itu tidak ada yang sempurna. Di balik ketidaksempurnaan itulah manusia harus terus belajar memperbaiki dirinya menjadi lebih baik.

Kamis, 14 Februari 2013

Cemburu itu Cinta?

Setiap berbicara mengenai cinta dan keintiman, yang namanya kecemburuan selalu ada. Apalagi kalau Anda gemar menonton sinetron atau film singkat, seringkali kecemburuan ini menjadi bumbu penyedap dalam sebuah film. Nama keren dari kecemburuan ini adalah jealousy. Ada pernyataan, "Loh? bagus dong kalau cewek lu cemburu, barti kan dia suka sama lu?" Kecemburuan dalam kalimat tersebut dipandang sebagai sesuatu yang positif. Namun, ada juga yang beranggapan bahwa kecemburuan itu tidak percaya dengan pasangan. Manakah pernyataan yang benar di antara keduanya?

     Kedua pernyataan yang bertentangan ini menjadi kontroversi. Kecemburuan dapat diartikan sebagai kondisi saat emosi terpicu yang disebabkan persepsi seseorang mengenai adanya ketertarikan potensial antara pasangan dengan orang lain atau rival.Seakan-akan dia menyadari bahwa terjadi hubungan intim di antara pasangannya dengan orang lain, sehingga dia merasa tidak tenang. Salah satu kemungkinan ekspresi dari perasaan tidak tenang ini adalah cenderung mengontrol pasangannya. Apakah kecemburuan itu sama dengan cinta??? Apakah yang namanya cinta itu berarti mengontrol pasangan agar sesuai dengan apa yang kita inginkan?

     Ketika mengawali sebuah hubungan, seringkali ada yang berkata, "I love you, aku mau terima kamu apa adanya. Aku bisa terima kelebihan sama kekurangan kamu." Luar biasa manis romantis sekali kata-katanya, kecap manis ekstra gula pun kalah manis, sayangnya terlalu manis hasilnya. Tidak mungkin seorang laki-laki atau perempuan tidak memiliki kerabat yang berbeda jenis kelaminnya. Apa jadinya jika hubungan persahabatan mereka dianggap sebagai perselingkuhan menurut pasangan yang cemburu? Sesuatu yang manis romantis dapat membuat kita buta terhadap kebenaran. Kesalahan dan kekeliruan pasangan seakan-akan menjadi benar di mata kita. Perasaan cemburu berarti bertentangan dengan kata-kata tadi. Kalau cemburu, berarti dia tidak menerima pasangannya memiliki teman-teman lawan jenis. Rasa tidak menerima itu sama halnya dia tidak menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya. Kemana janji manismu? Lebih baik Tje Fuk, memberikan bukti.. bukan janji....

Kecemburuan berawal dari rasa "sakit hati"
  Kecemburuan juga merupakan penyakit ketidakpercayaan, rasa tidak percaya bahwa pasangan akan tetap setia padanya. Perasaan tidak percaya muncul karena seseorang merasa cemas apabila pasangan pergi meninggalkannya. Jika dikaitkan dengan pengasuhan saat dia masih kecil, mungkin saja dia seringkali ditinggal pergi oleh pengasuhnya entah kemana. Akibatnya, dia merasa kesepian dan tidak lagi percaya pada pengasuh. Hal demikian dapat berkelanjutan hingga dewasa kelak. Dia akan cenderung tidak percaya pada pasangannya, rasa cemburu pun muncul. Tentu saja ini berarti dia mungkin belum sehat secara mental. Terlihat sehat dari luar bukan berarti sehat dari dalam. Rasa cemburu itu ternyata bukan sesuatu yang baik, kalau cemas sedikit karena pasangan pergi membeli es krim cinta selama 1 jam belum kembali, itu boleh sedikit cemas. Cemas sedikit masih wajar, apabila cemas berlebihan sampai cemburu mungkin ada masalah mental. 

     Pengalaman yang tidak menyenangkan selama masa kecil dapat berkembang menjadi trauma. Trauma akan terus memangsa kita secara mental, sehingga kita seakan-akan di bawah bayang-bayang trauma secara sadar atau tidak sadar. Saat merasa cemburu, kita tidak menyadari bahwa di masa lalu kita mengalami sakitnya perpisahan dengan pengasuh. Ternyata orang yang mudah cemburu itu berarti kurang kasih sayang, dia harus bisa mempercayai pasangannya agar perasaan itu berkurang. Memang sulit membuatnya memiliki kepercayaan, setidaknya kita dapat menyampaikan sesuatu yang dapat memicu kecemburuannya lebih dulu. Misalnya sebelum menjalin hubungan, jangan mentah-mentah menerima kata-kata mutiara tadi. Sebaiknya tanya kembali, "kamu siap jalanin hubungan sama aku yang lebih akrab sama anak-anak cewe/cowo?" Dia akan memiliki pertimbangan untuk membuat komitmen dalam hubungan sekaligus pilihan yang dapat diambil sebelum menjalani hubungan yang lebih serius. Siapa tahu kecemburuan dapat dilawan dengan komitmen? Namanya mencoba, tidak ada salahnya mencoba sesuatu. Jangan lupa, komitmen juga salah satu komponen cinta menurut Robert Sternberg selain passion dan intimacy. Ketika ketiganya ada, siapa tahu cinta itu akan lebih kuat dari rasa cemburu, hubungan pun tetap berlanjut.

Minggu, 10 Februari 2013

Imlek Tahun Ular

Imlek selalu identik dengan warna merah dan kuning atau emas yang menghiasi rumah. Warna bukan satu-satunya sesuatu yang unik dari hari raya ini, makanan-makanan tertentu juga menjadi ciri khas dari perayaan. Hal yang melebihi keduanya adalah ikatan dalam sebuah keluarga dan ikatan antarkeluarga. Keduanya dapat kembali terjalin dalam hari raya imlek. Seluruh keluarga berkumpul di rumah saudara tertua, saling berbagi cerita, berbagi kebahagiaan di dalamnya.

     Seperti biasa, kalau berkumpul dengan saudara saya terkenal sebagai sosok pendiam, bahkan sering dibilang "alim." Kalau di kampus jangan ditanya lagi, selalu dibilang b-a-w-e-l, padahal aslinya pendiam. Sekali saja saya bilang "aku kan pendiam," berbagai kontroversi muncul dimana-mana (serasa sensasi selebritis). Kejutan tahun ini hampir semua keluarga berkumpul pada saat saya mendatangi rumah saudara tertua, hanya beberapa saja yang menghilang entah kemana (mungkin pagi hari dia sudah berkunjung). Pertama kali yang ditanyakan oleh koko itu "kamu udah semester berapa kuliah?" Pertanyaan itu tidak masalah, tidak mengundang saya untuk usil. Pertanyaan berikutnya, "lu fakultas apa?" "Psikologi," jawab saya. Ketika sudah menjawab, saya sudah menebak pertanyaan berikutnya. Ternyata, JACKPOT! Tepat sekali! yang ditanya berikutnya, "oh, barti lu bisa liat isi hati orang ya?" Ini pertanyaan yang asyik untuk dijahili. "hah? liat isi hati? mana bisaa... kalo mau liat isi hati barti orangnya mesti dibedah donk?" Seketika itu juga dia kehabisan kata-kata, padahal biasanya dia jauh lebih pintar bersilat lidah, dia hanya bisa tertawa. Selanjutnya saya yang diam, karena bingung ketika asyik memperhatikan caranya dan cucu-cucu lain berinteraksi setelah sekian lama  (iseng). Mereka cenderung menikmati humor seperti gaya Western, misalnya dengan menggunakan beberapa kombinasi kata yang "antik" menurut saya mereka sudah tertawa. Apalagi kalau mengingat tahun-tahun lalu, usia belum 17 tahun sudah minum wine dalam jumlah besar. Sepertinya ini faktor mereka terbiasa tinggal dan bergaul ala Western di luar negeri. Tidak masalah kalau mereka lebih bergaya demikian, namanya gaya hidup seseorang berhak menentukan. Saya pun memiliki kesempatan untuk duduk diam dan memerhatikannya lebih lanjut sambil memahaminya sedikit demi sedikit. 

     Akhirnya si cici datang juga.... Korban kejahilan berikutnya adalah cici, dia bertanya "kamu uda kelas berapa?" Saya jawab "semester 6 ci." Rupanya dia masih belum sadar, saya pikir dia akan menanyakan fakultas seperti koko. Ternyata dia masih mengira saya ini anak SMA. Narsis sedikit tidak apa-apa, asal jangan overdosis.... Maklum muka baby face bisa menipu siapa saja yang melihat, hehe. Setelah saya beri kata kunci "universitas", dia baru sadar. Selanjutnya saya usil kembali, "Maklum ci, abis oprasi plastik kayak yang di Korea gitu jadi pada ga ngenalin." Imlek hari ini juga hal yang paling menyenangkan, karena saya tidak hanya bertemu dengan keluarga saya yang sudah berjauhan karena mereka tinggal di luar negeri, tetapi juga dengan saudara anjing kecil di rumah. Dari keempat anjing bersaudara yang saya miliki, salah satunya diadopsi oleh saudara saya. Inilah kesempatan untuk bertemu dan bermain lagi dengannya (rasanya mau saya culik bawa pulang). Dalam keluarga saya bisa dikatakan anjing itu seperti keluarga, rasanya ada yang kurang kalau hewan ini tidak ada di rumah.

     Kalau ditanya, "apa sih yang kamu suka dari imlek?" Sudah pasti jawaban nomor 1 selain kebersamaan itu Angpau dan Chinese Food spesial imlek. Angpau sudah tidak diragukan lagi, siapapun suka (isinya), bungkusnya pun juga atraktif dengan gambar-gambar dan hiasan lainnya. Setiap kali mengucapkan "Kyonghi", "Gong Xi Fa Cai" dan lain-lain umumnya selalu diakhiri "hong bao na lai?" alias minta angpau (hanya untuk sensasi selama imlek seperti bercanda). Nah, makanan apa saja yang disajikan saat imlek? Mulai dari kue kering, kue keranjang (nian gao), kue lapis legit, sampai lauk spesial ada. Lauk spesial itu biasanya ada ikan, mi, babi, ayam betina, dan lain-lain. Makanan yang disajikan pun juga memiliki makna simbolik di baliknya. Misalnya kue lapis legit adalah makanan yang wajib disediakan, kue ini memiliki makna rezeki yang berlapis-lapis di tahun yang akan datang. Mi juga suatu keharusan, karena melambangkan panjang umur di tahun berikutnya.

     Pertanyaan yang sering muncul di masyarakat itu, "boleh gak sih kalau bukan agama Buddha atau orang Tionghoa merayakan imlek?" Tentu boleh. Berdasarkan sejarahnya, imlek merupakan sebuah festival musim semi pada awal tahun di China. Cuaca yang dingin berubah menjadi sejuk, bunga-bunga bermekaran, hasil panen meningkat, mendapat rezeki yang berlimpah. Oleh karena itu, kegembiraan ini dirayakan sebagai tahun baru. Masyarakat China umumnya beragama Buddha, sehingga mereka berbondong-bondong pergi ke Vihara untuk beribadah menjelang imlek. Sebagian masyarakat Tionghoa di Indonesia pun beragama Buddha, sehingga mereka juga pergi ke Vihara untuk beribadah. Imlek bukanlah hari raya agama, ini merupakan bagian dari tradisi masyarakat Tionghoa untuk menyambut tahun baru. Siapapun dari negara manapun, beragama apapun juga boleh merayakannya. Imlek memberikan kebahagiaan baru bagi kita dengan kebersamaan di tahun yang baru.


Xin Nian Kuai Le 新年快乐    –> Selamat Tahun Baru
Shen Ti Jian Kang 身体建康   –> Semoga selalu sehat
Da Ji Da Li 大吉大利  –> Semoga mendapat berkah dan keberuntungan besar
Bu Bu Gao Sheng 步步高升  –>  Semoga semua langkah dapat maju terus
Sheng Yi Xing Rong 生意 兴荣 –> Semoga usaha bertambah jaya
Wan Shi Ru Yi 万事如意  –> Semoga semua keinginan terpenuhi
恭禧发财.
Gong Xi Fa Cai


Referensi lebih lanjut:
http://www.equator-news.com/meihwa-chidao/20120108/makna-simbolik-hidangan-imlek
http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Sekitar-Kita/Pengetahuan-Umum/Imlek-Perayaan-Musim-Semi

Sabtu, 09 Februari 2013

Presentasi? OHHH NOOOO!!!!!

Seringkali presentasi menjadi salah satu hal yang mengerikan bagi seseorang. Baik pelajar sekolah menengah maupun mahasiswa, keduanya selalu saja ada yang takut presentasi. Berbagai komentar dan perilaku mereka pun berbeda sesaat sebelum presentasi dengan saat mereka dalam pergaulan sehari-hari. Di dalam diri mereka sebenarnya mereka ingin dapat presentasi tanpa perasaan grogi berlebihan. Namun, masih ada di antara mereka yang belum menemukan obatnya....

     Minder, grogi, tidak percaya diri, dan lain-lain adalah rendah diri (inferiority complex). Dalam keadaan ini, seseorang tidak menyadari hal-hal positif yang ada di dalam dirinya. Seringkali rendah diri menjadi batu sandungan bagi orang tersebut, misalnya dalam dunia pendidikan. Satu contoh sederhana, di dalam dunia pendidikan ada yang namanya presentasi. Prensentasi dilakukan dengan mempelajari materi pelajaran dan kembali menjelaskannya kepada guru dan teman-teman di dalam kelas. Setelah itu guru memberikan penilaian atas performa tersebut. Sebelum presentasi, umumnya kita dapat mendengar berbagai macam komentar dari teman-teman kita:
1. "duhh, gue grogi nihhhh"
2. "kok tangan gue dingin yahh?"
3. "gimana nihhh??? kok gue ga apal-apal yahhh, ga bisaaa... ga ngerti...."
4. ....

Berbagai macam perilaku pun juga dapat kita jumpai sesaat sebelum presentasi:
1. belajar mati-matian seperti mau ujian nasional
2. sebentar-sebentar pergi ke toilet untuk buang air kecil
3. menyiapkan catatan-catatan kecil (judulnya saja menyiapkan catatan kecil, padahal yang ditulis itu seluruh materi, bukan sebagian saja)
4. ....

Siapa yang pernah merasa demikian???? Namanya grogi tidak apa-apa, asal jangan berlebihan. sesuatu yang berlebihan biasanya kurang bagus^^

     Pernahkah Anda bertanya kepada diri Anda sendiri mengapa hal-hal demikian dapat terjadi? Kalau berbicara mengenai faktor, terdapat banyak faktor yang memengaruhinya. Salah satu contohnya ada kejadian di masa lalu yang membuat kita memandang diri kita "tidak mampu presentasi."Misalnya pernah dimarahi karena belum mampu memahami pelajaran, dikatakan "bodoh" karena belum menguasai materi, memandang presentasi itu sulit sebelum mencoba, dan lain-lain. Cukup kompleks bukan rendah diri itu?

     Bukan sesuatu yang mustahil apabila ingin mengurangi rasa rendah diri. Salah satu konsepnya itu adalah melepaskan batasan-batasan yang membuat kita terkurung dalam perasaan ini. Batasan itu maksudnya hal yang mungkin menyebabkan rendah diri, salah satu contohnya memandang presentasi itu sulit. Daripada menganggapnya sulit dan terus membiarkan itu berkumandang dalam pikiran kita, cobalah tanyakan kepada diri kita "apa yang membuat sulit?" Misalnya:
1. tidak percaya diri
2. takut dikritik
3. takut ditanya tentang materi
4. tidak menguasai materi

     Empat hal inilah yang harus dibasmi agar pandangan itu berubah (dalam contoh ini). Masalah nomor 1 kita selesaikan terakhir saja, karena nomor 2 sampai empat dapat berkaitan dengan nomor 1. Takut dikritik? Memangnya mengapa? So what? Dengan kritikan, kita mengetahui kekurangan kita dan mendapat banyak masukan. Gunakanlah itu untuk maju selangkah demi selangkah. Takut ditanya? Hellloooowww, kalau presentasi apa harapan Anda? Ingin disimak? atau ingin tidak didengarkan? Seorang audience yang bertanya atau mengritik itu pertanda dia menyimak saat kita presentasi. Dia menghargai kita, sehingga dia mau menyimak. Kalian sama-sama berharga, jadi hargailah dia dengan merespon pertanyaannya.

     Persoalan nomor 3 dapat pula diselesaikan dengan menyelesaikan masalah nomor 4. Ada baiknya kita mengenali gaya belajar kita sebelum mempelajari materi, sehingga dapat menjawab pertanyaan dengan lebih tepat. Jika Anda lebih cenderung tipe visual (membaca, membuat catatan, memahami gambar, dll.), cobalah warnai teks materi atau menggunakan mind map, membahasakan materi dan menuliskan kembali, lalu belajar. Jika Anda lebih cenderung auditori (mengandalkan pendengaran dalam belajar), cobalah lakukan tanya jawab dengan teman atau merekam suara Anda saat membaca dan mendengarkannya kembali untuk belajar. Jika keduanya bukan diri Anda, mungkin Anda tipe orang yang bertipe kinestetik. Umumnya seseorang yang kinestetik suka menggerakkan kakinya atau tangannya saat belajar. Atau bahkan berjalan ke sana ke mari selama belajar. Orang kinestetik lebih suka belajar dengan "mengalami langsung," tetapi ini belum tentu identik dengan praktik. Untuk mempelajari teori, mungkin dapat menuliskan contoh dari kehidupan sehari-hari. Tujuannya adalah agar dapat membayangkan kejadian sebenarnya dan menangkap konsepnya.

     Setiap menyelesaikan satu masalah, jangan lupa apresiasi diri Anda, pujilah diri Anda. Tujuannya adalah agar Anda mengingat kesuksesan dalam mengatasi masalah. Setiap selesai satu masalah, Anda akan lebih percaya diri. Hasilnya, masalah nomor 1 "kurang percaya diri" dapat diatasi perlahan-lahan sekaligus menyelesaikan masalah lainnya. Harapan dapat berpresentasi dengan baik sudah di depan mata, tinggal memilih ingin mencapainya atau menjauh. Anda pun juga akan menyadari hal-hal positif dalam diri Anda, yaitu Anda mampu mengatasi masalah, rasa rendah diri pun akan berkurang. Sesuatu yang menjadi batu sandungan Anda akan tersingkir ketika Anda menyadari hal positif dalam diri Anda.

Rabu, 06 Februari 2013

Panik Overdosis

Moyz terkenal dengan julukan "kucing malas" saat berada di kampus, khususnya kalau diajak pergi ke tempat jauh. Fordo dan Alvonso adalah salah dua orang temannya yang mengajak Moyz bermain di rumah DJ saat liburan. Masalahnya bukan tidak suka dengan manusianya, tetapi dengan rumahnya yang jauh. Kalau diibaratkan rumahnya itu Paris versi Jakarta alias "jauh bangetssss....." Rupanya Moyz ikut ke rumah DJ, ini menjadi kejutan bagi Fordo dan Alvonso yang sedang camping di rumahnya. Hampir sama dengan game, ini seakan-akan event langka dalam sebuah game yang hanya bisa diakses pada waktu tertentu. Bagaimana kelanjutan ceritanya?

     Sesampainya di rumah DJ, Moyz membuat Alvonso terkejut dengan kedatangannya yang misterius. Sayangnya sosok makhluk besar nan mengerikan muncul dari balik pintu dan mengejutkan Moyz. Jika Moyz tipe orang yang "blak-blakan", dia pasti sudah mengeluarkan kata "Godzilla!!!" Untungnya tidak sampai seperti itu, sosok besar misterius di balik pintu itu adalah Fordo. Moyz sama sekali tidak tahu bahwa Fordo juga menginap di rumah DJ bersama Alvonso. Rupanya Alvonso harus mengisi jadwal kuliahnyadan teman-temannya secara online, sehingga perang antara Moyz dan Fordo ditunda dulu. Moyz hanya duduk diam sambil menonton Alvonso mengisi jadwalnya. Alvonso bertindak sebagai navigator, Fordo sebagai operator komputer, dan DJ sebagai pemandu sorak. "Cetarrrrr sekali!!!" Suasana pengisian jadwal benar-benar "hebring, ricuh gemuruh, sesuatu!" Mereka bertiga berteriak-teriak, seakan-akan mengeluarkan mantra supaya mendapatkan kelas yang diinginkan Alvonso. Bukan hanya mantra untuk kelas, staf fakultas yang mengoordinasi sistem pengisian jadwal pun juga dikenakan mantra karena sulit dihubungi di saat-saat genting. Aduh, aduh, benar-benar seperti Pekan Raya Jakarta (PRJ) seruan mereka itu. Teriakan mereka semakin membahana ketika listrik padam seketika sementara Alvonso juga memliki misi untuk mengisi jadwal teman-temannya. "AAAAARRRGGGGHHHH!!!! Kacau! Kacau! Kacau!! Napa sih komputer pake mati segala, uda tau orang masih isi jadwal!!!!" teriak Alvonso kepada komputer. "Lampunya mati, pinterrr...." ujar DJ si tuan rumah yang sedang duduk di sebelah kanannya. Komputer hanya sebagai tokoh yang dimanfaatkan, tetapi sekarang juga dimarahi, kasihan... Tuan rumah diperintah Alvonso untuk memeriksa mengapa listrik padam sambil berjalan ke sana ke mari tanpa tujuan yang pasti. Dengan santai, Fordo bertanya kepada Alvonso, "btw, temen-temen lu kan minta diisiin, lu uda tau passwordnya kan?"; "Hah? Password apaan?" tanya Alvonso; "Account lu! Account lu! Pinter kalo lu ga tau..." ujar DJ. Alvonso sangat terkejut, lalu dia berteriak-teriak sambil mencari handphone (HP). "Ada yang pake tri ga?" seru Alvonso. "gueeee!!!!" teriak Fordo. HP Fordo pun dipinjam selama 37 menit dan digunakan untuk menelpon teman-temannya.

     Satu per satu temannya dihubungi dan dimarahi karena mereka meminta tolong Alvonso mengisi jadwal tetapi tidak memberikan password. Tidak ada password, jangan harap bisa masuk ke dalam akun dan mengisi jadwal, singkatnya demikian. Moyz masih menonton untuk melihat kelanjutan ceritanya karena dia bingung apa yang bisa dilakukan sementara ketiga temannya panik overdosis. Kalau dia juga campur tangan untuk membantu Alvonso, hasilnya bukan jadwal kuliah, tetapi jadwal membuat rujak alias kacau balau. Anehnya, mereka bertiga sama sekali tidak menenangkan diri, sehingga suasana semakin panas. "Bisa-bisanya ngisi jadwal panik sampe segini, perasaan waktu gue ngisi tetep cool aja." ujar Moyz kepada DJ yang sedang bingung. "Ginilah suasana rumah gue kalo lagi isi jadwal, hectic semua, hehehehehe" ujar DJ. "Udah rempong tambah rempong, hebring lu smua......" ujar Moyz, DJ pun hanya tertawa. Akhirnya setelah beberapa menit tidak sampai satu jam, listrik menyala. Alvonso yang tadinya marah-marah kepada komputer, sekarang bersorak ria di depan komputer. Dia pun kembali masu ke situs untuk mengisi jadwal. Ketika dihadapkan dengan pengisian jadwal, dia pun kambuh. Kembali berteriak-teriak bersama DJ dan Fordo di depan komputer. Apabila ceritanya menonton bola masih wajar berteriak-teriak, ini pengisian jadwal ekstra panik. Moyz lebih memilih untuk menonton mereka daripada campur tangan. Dua tangan saja sudah rumit, tiga semakin dahsyat, empat tangan sama dengan cetar! Membahana! Badai! Pengisian jadwal kuliah pun selesai, mereka kembali normal. Normal bukan berarti diam, tetapi malah tetap ricuh gemuruh masalah lain. Moyz pun mendapat sesuatu dari tontonannya... Panik boleh-boleh saja, tetapi dosisnya juga harus diperhatikan. Kalau overdosis sama saja game over, malah yang muncul adalah masalah baru. Karena kita panik, diri sendiri dan orang lain juga ikut terganggu. Panik sedikit itu wajar, kalau bekerja tanpa tekanan hasilnya terlalu santai dalam bekerja. Hal terpenting di sini adalah mengendalikan diri sebelum diri yang mengambil kendali dari kita. Saat lebih tenang (sedikit kepanikan), tekanan akan lebih ringan, kemungkinan untuk bekerja secara produktif semakin besar. Akan tetapi, jangan terlalu tenang seolah tidak ada beban. Kalau terlalu santai, kapan selesai kerjanya? Bagaimana dengan proses dan hasilnya? Sesuai perencanaan dan targetkah? Bagaimana dengan tanggung jawab yang dimiliki?

Panik dapat diibaratkan sebagai makanan bersantan yang lezat.
Dalam kadar yang wajar, terasa enak sekali, kalau berlebihan "eneg", bukan enak.

"Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama, tokoh dan karakter itu hanya kebetulan dan tanpa ada unsur kesengajaan."

Sabtu, 02 Februari 2013

Memahami Kehidupan dan Penanganan Anak Penderita Kanker

Seminar "Memahami Kehidupan dan Penanganan Anak Penderita Kanker" adalah hasil kerja sama Prodi Magister Psikologi Untar (Universitas Tarumanagara) dan Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (ykaki). Seminar ini diselenggarakan pada tanggal 2 Febuari 2013 pukul 08.00 WIB di ruang auditorium Fakultas Kedokteran Untar. Kehidupan anak-anak penderita kanker, pengobatan yang dijalani, berbagai suka dan dukanya, serta pembahasan dari sudut pandang orang-orang sekelilingnya diungkap dalam seminar ini. Selain itu, hal yang dibahas juga meliputi bagaimana peran psikologi dan kedokteran dalam menangani penderita kanker.

     Sebelum mulai membahas materi-materi, kami menyaksikan terlebih dahulu presentasi mengenai apa itu organisasi ykaki, sejarahnya, apa yang dilakukan, program-programnya, dan lain-lain. Ternyata ykaki merupakan suatu lembaga yang berperand dalam membantu anak-anak penderita kanker. Fasilitas yang disediakan pun beragam, mulai dari rumah singgah (tempat tinggal bagi anak-anak dan keluarganya), fasilitas bermain bagi anak, konsumsi, fasilitas pendidikan (program Sekolahku), dan lain-lain. Salah satu hal menarik adalah program Sekolahku. Budaya pendidikan dalam program ini sangat berbeda dari sekolah-sekolah pada umumnya. Menurut salah satu guru yang mengajar dalam program ini seseorang tidak hanya berperan sebagai guru, tetapi juga harus berperan sebagai teman bagi anak-anak penderita kanker. Guru dan murid pun menjadi akrab, sehingga murid juga tidak ragu untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan. Secara akademis, prestasi anak dapat meningkat karena motivasi belajar semakin tinggi. Manfaat yang diraih tidak hanya yang bersifat akademis. Sebagai teman, seseorang akan mampu memahami pikiran dan perasaan pasien sehingga dapat mengetahui keluhannya lebih cepat, dan dapat langsung diberi penanganan. Kalau di sekolah kadang-kadang masih ada pandangan guru adalah guru, murid adalah murid. Terkadang guru memarahi murid karena satudan lain hal, sehingga murid dapat berpandangan guru itu galak dan malas pergi ke sekolah, akhirnya tidak akrab dengan guru dan semangatnya untuk belajar semakin berkurang.

     Pembahasan selanjutnya mengenai berbagai gejala dan jenis-jenis kanker pada anak. Ternyata kanker itu sering dianggap sebagai penyakit orang dewasa. Akibatnya wawasan mengenai anak-anak juga dapat menderita kanker itu masih belum terungkap. Gejala-gejalanya pun hampir mirip dengan penyakit demam biasa dan demam berdarah. Sedikit gejala yang dimaksudkan itu seperti panas tinggi dan bintik-bintik merah pada kulit. Secara kasat mata sama saja dengan demam dan demam berdarah, beberapa perbedaannya ada pada sel tulang belakang dan sel darah tepi. Hal terpenting adalah harus jeli dalam melihat sebuah gejala, karena gejala mungkin sama tetapi penyakit dapat berbeda dan fatal akibatnya jika tidak segera ditangani. Seiring berjalannya seminar, ada pernyataan "memanusiakan pasien" yang diungkapkan oleh orangtua anak penderita kanker selaku ketua dan salah satu pendiri dari ykaki. Hal yang sedang dibahas adalah mengenai "perawatan pasien kanker". Menurut Beliau, sebelum mengobrol dengan pasien, memberi makan dan minum atau melakukan perawatan medis (menyuntik dan memberi obat) mereka selalu meminta izin dari anak dan orangtua. Jadi, mereka itu selalu diberikan pilihan, tidak ada unsur paksaan. Misalnya, "de, sekarang kan uda waktunya makan obat, kamu mau makan obatnya sekarang atau nanti?" Baik orangtua maupun anak tentu akan merasa lebih dihargai dan dihormati. Apalagi biasanya anak menyukai sosok yang ramah dan baik hati (sosok yang tersenyum padanya dan tidak galak), anak juga akan merasa nyaman menjalani pengobatan. Ini baru hal-hal kecil, jika kasusnya sudah menyangkut seperti pengambilan sumsum tulang belakang (untuk diagnosis), orangtua dan anak ditempatkan di tempat yang nyaman dan diberi tahu secara rinci prosedurnya. Saya pun bertanya-tanya, "mengapa harus ditempatkan di tempat yang nyaman? Mengapa tidak di ruangan dokter supaya lebih mudah bagi dokter untuk menjelaskannya?" 

Kecil-kecil bermakna, itulah senyuman. Senyuman mewarnai dunia,
mengubah suasana menjadi berwarna warni mendamaikan hati.
sesuatu!
      Jawaban pertanyaan itu muncul dari pembahasan seorang psikolog yang mahir dalam menangani klien anak penderita kanker. Beliau memaparkan tiga hal penting yang menjadi ukuran kesuksesan seorang psikolog di sana, antara lain (1) mengurangi kecemasan; (2) komunikasi; dan (3) spiritualitas. Kecemasan adalah faktor yang kelihatannya kecil, tetapi berdampak besar bagi kesehatan mental. Inilah yang menjawab pertanyaan saya tadi, ditempatkan di tempat nyaman itu untuk mengurangi perasaan "aduhhh anak gue mau diapain nihh sama dokter (deg deg deg, dag dig dug der DAIA!). " Cemas dalam kadar yang wajar masih tidak apa-apa. Apabila kecemasan berlebihan sampai merugikan diri sendiri dan orang lain, itu tidak sehat secara mental. Perasaan cemas dapat dikurangi dengan situasi yang nyaman agar dapat melupakan perasaan itu, termasuk keramahan staf medis pada pasien dan keluarganya. Berkurangnya kecemasan itu akan jauh lebih baik. Pasien akan lebih terbuka menyampaikan apa yang dirasakannya dan lebih percaya bahwa staf-staf medis mampu memberikannya yang terbaik. Komunikasi pun sama, kelihatannya tidak ada sesuatu yang berdampak padahal sangat bermanfaat. Coba kita bayangkan, kalau kita sakit tidak ada yang mau berbincang-bincang dengan kita, apa yang kita rasakan? Sekarang coba dibandingkan dengan perasaan jika kita sakit ada yang menanyakan "perasaan kamu hari ini gimana?" Beda kan?? Lebih enak yang mana? Kegunaannya pun sama dengan mengurangi kecemasan, karena merupakan salah satu cara mengurangi kecemasan itu sendiri.

    Sekarang pun sudah muncul gagasan bahwa "mendongeng" dapat dimanfaatkan sebagai media terapi, khususnya di Indonesia. Pada dasarnya, masyarakat Indonesia senang mendengarkan cerita-cerita. Melalui cerita, pesan moral tersampaikan. Melalui cerita, cara berpikir dapat berubah. Melalui cerita, emosi seseorang pun dapat berubah. Saat mendengarkan cerita, kita dapat memposisikan diri sebagai seorang tokoh dalam cerita itu. Selanjutnya kita dapat mengoreksi tindakan kita berdasarkan cerita. Inilah yang dapat digunakan untuk membuka wawasan orangtua dalam kasus ini. Terkadang ada anak yang tidak napsu makan saat sakit, orangtuanya mengatakan "Awas kamu! kalau ga makan, mama tinggal!" Masalah baru pun muncul, kecemasan semakin tinggi. Melalui cerita, orangtua akan tersadar dengan sendirinya kalau memarahi anak bukan solusi yang tepat, masih ada solusi lain. Hal ketiga (spiritualitas), ini tidak berkaitan dengan agama seseorang, Spiritualitas lebih kepada pasien menyadari adanya kekuatan yang lebih besar yang mengatur semuanya. Sesuatu yang saya tangkap itu merupakan sebuah keyakinan untuk sembuh. Spiritualitas itu lebih kepada seberapa peka seseorang dengan apa yang terjadi pada tubuhnya, bagaimana dia merespon lingkungan, bagaimana dia berinteraksi dengan lingkungan, termasuk dengan diri sendiri, dan lain-lain. Cara merespon itu diperngaruhi oleh keyakinan, sehingga tidak mustahil keyakinan mempengaruhi perilaku. Keyakinan untuk sembuh misalnya, terwujud dalam perilaku rajin menjalani perawatan medis, makan obat, dan lain-lain. Hasilnya dia memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk sembuh, sangat besar bukan peranannya?

     Secara teknis, psikolog memiliki peran mereduksi kecemasan itu dan menjalin komunikasi yang baik di dalamnya. Terutama menyamakan persepsi antara para staf medis, orangtua, dan anak dalam menghadapi penyakit. Setelah persepsi itu sejalan, proses selanjutnya akan lebih selaras dan lebih mudah dijalani. Kesembuhan diupayakan oleh staf medis, kesehatan mental diupayakan oleh psikolog. Melalui seminar ini, tidak hanya materi-materi ilmu pengetahuan yang didapatkan. Pelajaran hidup dan moral juga dapat diperoleh, mulai dari hal yang sangat sederhana dan dapat dilakukan semua orang. Contohnya saat berkomunikasi dengan seorang pasien, sebaiknya jangan bertanya mengenai sesuatu yang berhubungan dengan dampak penyakitnya (kesulitannya, seberapa sakitnya operasi, kesiapan meninggal, dan lain-lain). Lebih baik menanyakan sesuatu yang disukainya, apa cita-citanya, apa yang ingin dilakukan setelah sembuh, dan lain-lain. Selain itu, sesuatu yang berdampak besar tidak harus sesuatu yang WOWWW!! AMAZINGGG!! Kecil-kecil itu juga sesuatu lhoo.... misalnya, senyuman. Senyuman mewarnai dunia, mengubah suasana menjadi berwarna warni mendamaikan hati. Hati yang damai mendatangkan berbagai sensasi. Perasaan yang nyaman mendatangkan manfaat luar biasa, terutama bagi kesembuhan seorang pasien. Kanker memang penyakit yang menakutkan dan mencemaskan, tetapi senyuman dapat menyamarkan semua itu dan membalikkannya menjadi suasana menyenangkan.