Imlek selalu identik dengan warna merah dan kuning atau emas yang menghiasi rumah. Warna bukan satu-satunya sesuatu yang unik dari hari raya ini, makanan-makanan tertentu juga menjadi ciri khas dari perayaan. Hal yang melebihi keduanya adalah ikatan dalam sebuah keluarga dan ikatan antarkeluarga. Keduanya dapat kembali terjalin dalam hari raya imlek. Seluruh keluarga berkumpul di rumah saudara tertua, saling berbagi cerita, berbagi kebahagiaan di dalamnya.
Seperti biasa, kalau berkumpul dengan saudara saya terkenal sebagai sosok pendiam, bahkan sering dibilang "alim." Kalau di kampus jangan ditanya lagi, selalu dibilang b-a-w-e-l, padahal aslinya pendiam. Sekali saja saya bilang "aku kan pendiam," berbagai kontroversi muncul dimana-mana (serasa sensasi selebritis). Kejutan tahun ini hampir semua keluarga berkumpul pada saat saya mendatangi rumah saudara tertua, hanya beberapa saja yang menghilang entah kemana (mungkin pagi hari dia sudah berkunjung). Pertama kali yang ditanyakan oleh koko itu "kamu udah semester berapa kuliah?" Pertanyaan itu tidak masalah, tidak mengundang saya untuk usil. Pertanyaan berikutnya, "lu fakultas apa?" "Psikologi," jawab saya. Ketika sudah menjawab, saya sudah menebak pertanyaan berikutnya. Ternyata, JACKPOT! Tepat sekali! yang ditanya berikutnya, "oh, barti lu bisa liat isi hati orang ya?" Ini pertanyaan yang asyik untuk dijahili. "hah? liat isi hati? mana bisaa... kalo mau liat isi hati barti orangnya mesti dibedah donk?" Seketika itu juga dia kehabisan kata-kata, padahal biasanya dia jauh lebih pintar bersilat lidah, dia hanya bisa tertawa. Selanjutnya saya yang diam, karena bingung ketika asyik memperhatikan caranya dan cucu-cucu lain berinteraksi setelah sekian lama (iseng). Mereka cenderung menikmati humor seperti gaya Western, misalnya dengan menggunakan beberapa kombinasi kata yang "antik" menurut saya mereka sudah tertawa. Apalagi kalau mengingat tahun-tahun lalu, usia belum 17 tahun sudah minum wine dalam jumlah besar. Sepertinya ini faktor mereka terbiasa tinggal dan bergaul ala Western di luar negeri. Tidak masalah kalau mereka lebih bergaya demikian, namanya gaya hidup seseorang berhak menentukan. Saya pun memiliki kesempatan untuk duduk diam dan memerhatikannya lebih lanjut sambil memahaminya sedikit demi sedikit.
Akhirnya si cici datang juga.... Korban kejahilan berikutnya adalah cici, dia bertanya "kamu uda kelas berapa?" Saya jawab "semester 6 ci." Rupanya dia masih belum sadar, saya pikir dia akan menanyakan fakultas seperti koko. Ternyata dia masih mengira saya ini anak SMA. Narsis sedikit tidak apa-apa, asal jangan overdosis.... Maklum muka baby face bisa menipu siapa saja yang melihat, hehe. Setelah saya beri kata kunci "universitas", dia baru sadar. Selanjutnya saya usil kembali, "Maklum ci, abis oprasi plastik kayak yang di Korea gitu jadi pada ga ngenalin." Imlek hari ini juga hal yang paling menyenangkan, karena saya tidak hanya bertemu dengan keluarga saya yang sudah berjauhan karena mereka tinggal di luar negeri, tetapi juga dengan saudara anjing kecil di rumah. Dari keempat anjing bersaudara yang saya miliki, salah satunya diadopsi oleh saudara saya. Inilah kesempatan untuk bertemu dan bermain lagi dengannya (rasanya mau saya culik bawa pulang). Dalam keluarga saya bisa dikatakan anjing itu seperti keluarga, rasanya ada yang kurang kalau hewan ini tidak ada di rumah.
Kalau ditanya, "apa sih yang kamu suka dari imlek?" Sudah pasti jawaban nomor 1 selain kebersamaan itu Angpau dan Chinese Food spesial imlek. Angpau sudah tidak diragukan lagi, siapapun suka (isinya), bungkusnya pun juga atraktif dengan gambar-gambar dan hiasan lainnya. Setiap kali mengucapkan "Kyonghi", "Gong Xi Fa Cai" dan lain-lain umumnya selalu diakhiri "hong bao na lai?" alias minta angpau (hanya untuk sensasi selama imlek seperti bercanda). Nah, makanan apa saja yang disajikan saat imlek? Mulai dari kue kering, kue keranjang (nian gao), kue lapis legit, sampai lauk spesial ada. Lauk spesial itu biasanya ada ikan, mi, babi, ayam betina, dan lain-lain. Makanan yang disajikan pun juga memiliki makna simbolik di baliknya. Misalnya kue lapis legit adalah makanan yang wajib disediakan, kue ini memiliki makna rezeki yang berlapis-lapis di tahun yang akan datang. Mi juga suatu keharusan, karena melambangkan panjang umur di tahun berikutnya.
Pertanyaan yang sering muncul di masyarakat itu, "boleh gak sih kalau bukan agama Buddha atau orang Tionghoa merayakan imlek?" Tentu boleh. Berdasarkan sejarahnya, imlek merupakan sebuah festival musim semi pada awal tahun di China. Cuaca yang dingin berubah menjadi sejuk, bunga-bunga bermekaran, hasil panen meningkat, mendapat rezeki yang berlimpah. Oleh karena itu, kegembiraan ini dirayakan sebagai tahun baru. Masyarakat China umumnya beragama Buddha, sehingga mereka berbondong-bondong pergi ke Vihara untuk beribadah menjelang imlek. Sebagian masyarakat Tionghoa di Indonesia pun beragama Buddha, sehingga mereka juga pergi ke Vihara untuk beribadah. Imlek bukanlah hari raya agama, ini merupakan bagian dari tradisi masyarakat Tionghoa untuk menyambut tahun baru. Siapapun dari negara manapun, beragama apapun juga boleh merayakannya. Imlek memberikan kebahagiaan baru bagi kita dengan kebersamaan di tahun yang baru.
Xin Nian Kuai Le 新年快乐 –> Selamat Tahun Baru
Shen Ti Jian Kang 身体建康 –> Semoga selalu sehat
Da Ji Da Li 大吉大利 –> Semoga mendapat berkah dan keberuntungan besar
Bu Bu Gao Sheng 步步高升 –> Semoga semua langkah dapat maju terus
Sheng Yi Xing Rong 生意 兴荣 –> Semoga usaha bertambah jaya
Wan Shi Ru Yi 万事如意 –> Semoga semua keinginan terpenuhi
恭禧发财.
Gong Xi Fa Cai
Referensi lebih lanjut:
http://www.equator-news.com/meihwa-chidao/20120108/makna-simbolik-hidangan-imlekhttp://www.kidnesia.com/Kidnesia/Sekitar-Kita/Pengetahuan-Umum/Imlek-Perayaan-Musim-Semi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar