Sabtu, 02 Februari 2013

Memahami Kehidupan dan Penanganan Anak Penderita Kanker

Seminar "Memahami Kehidupan dan Penanganan Anak Penderita Kanker" adalah hasil kerja sama Prodi Magister Psikologi Untar (Universitas Tarumanagara) dan Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (ykaki). Seminar ini diselenggarakan pada tanggal 2 Febuari 2013 pukul 08.00 WIB di ruang auditorium Fakultas Kedokteran Untar. Kehidupan anak-anak penderita kanker, pengobatan yang dijalani, berbagai suka dan dukanya, serta pembahasan dari sudut pandang orang-orang sekelilingnya diungkap dalam seminar ini. Selain itu, hal yang dibahas juga meliputi bagaimana peran psikologi dan kedokteran dalam menangani penderita kanker.

     Sebelum mulai membahas materi-materi, kami menyaksikan terlebih dahulu presentasi mengenai apa itu organisasi ykaki, sejarahnya, apa yang dilakukan, program-programnya, dan lain-lain. Ternyata ykaki merupakan suatu lembaga yang berperand dalam membantu anak-anak penderita kanker. Fasilitas yang disediakan pun beragam, mulai dari rumah singgah (tempat tinggal bagi anak-anak dan keluarganya), fasilitas bermain bagi anak, konsumsi, fasilitas pendidikan (program Sekolahku), dan lain-lain. Salah satu hal menarik adalah program Sekolahku. Budaya pendidikan dalam program ini sangat berbeda dari sekolah-sekolah pada umumnya. Menurut salah satu guru yang mengajar dalam program ini seseorang tidak hanya berperan sebagai guru, tetapi juga harus berperan sebagai teman bagi anak-anak penderita kanker. Guru dan murid pun menjadi akrab, sehingga murid juga tidak ragu untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan. Secara akademis, prestasi anak dapat meningkat karena motivasi belajar semakin tinggi. Manfaat yang diraih tidak hanya yang bersifat akademis. Sebagai teman, seseorang akan mampu memahami pikiran dan perasaan pasien sehingga dapat mengetahui keluhannya lebih cepat, dan dapat langsung diberi penanganan. Kalau di sekolah kadang-kadang masih ada pandangan guru adalah guru, murid adalah murid. Terkadang guru memarahi murid karena satudan lain hal, sehingga murid dapat berpandangan guru itu galak dan malas pergi ke sekolah, akhirnya tidak akrab dengan guru dan semangatnya untuk belajar semakin berkurang.

     Pembahasan selanjutnya mengenai berbagai gejala dan jenis-jenis kanker pada anak. Ternyata kanker itu sering dianggap sebagai penyakit orang dewasa. Akibatnya wawasan mengenai anak-anak juga dapat menderita kanker itu masih belum terungkap. Gejala-gejalanya pun hampir mirip dengan penyakit demam biasa dan demam berdarah. Sedikit gejala yang dimaksudkan itu seperti panas tinggi dan bintik-bintik merah pada kulit. Secara kasat mata sama saja dengan demam dan demam berdarah, beberapa perbedaannya ada pada sel tulang belakang dan sel darah tepi. Hal terpenting adalah harus jeli dalam melihat sebuah gejala, karena gejala mungkin sama tetapi penyakit dapat berbeda dan fatal akibatnya jika tidak segera ditangani. Seiring berjalannya seminar, ada pernyataan "memanusiakan pasien" yang diungkapkan oleh orangtua anak penderita kanker selaku ketua dan salah satu pendiri dari ykaki. Hal yang sedang dibahas adalah mengenai "perawatan pasien kanker". Menurut Beliau, sebelum mengobrol dengan pasien, memberi makan dan minum atau melakukan perawatan medis (menyuntik dan memberi obat) mereka selalu meminta izin dari anak dan orangtua. Jadi, mereka itu selalu diberikan pilihan, tidak ada unsur paksaan. Misalnya, "de, sekarang kan uda waktunya makan obat, kamu mau makan obatnya sekarang atau nanti?" Baik orangtua maupun anak tentu akan merasa lebih dihargai dan dihormati. Apalagi biasanya anak menyukai sosok yang ramah dan baik hati (sosok yang tersenyum padanya dan tidak galak), anak juga akan merasa nyaman menjalani pengobatan. Ini baru hal-hal kecil, jika kasusnya sudah menyangkut seperti pengambilan sumsum tulang belakang (untuk diagnosis), orangtua dan anak ditempatkan di tempat yang nyaman dan diberi tahu secara rinci prosedurnya. Saya pun bertanya-tanya, "mengapa harus ditempatkan di tempat yang nyaman? Mengapa tidak di ruangan dokter supaya lebih mudah bagi dokter untuk menjelaskannya?" 

Kecil-kecil bermakna, itulah senyuman. Senyuman mewarnai dunia,
mengubah suasana menjadi berwarna warni mendamaikan hati.
sesuatu!
      Jawaban pertanyaan itu muncul dari pembahasan seorang psikolog yang mahir dalam menangani klien anak penderita kanker. Beliau memaparkan tiga hal penting yang menjadi ukuran kesuksesan seorang psikolog di sana, antara lain (1) mengurangi kecemasan; (2) komunikasi; dan (3) spiritualitas. Kecemasan adalah faktor yang kelihatannya kecil, tetapi berdampak besar bagi kesehatan mental. Inilah yang menjawab pertanyaan saya tadi, ditempatkan di tempat nyaman itu untuk mengurangi perasaan "aduhhh anak gue mau diapain nihh sama dokter (deg deg deg, dag dig dug der DAIA!). " Cemas dalam kadar yang wajar masih tidak apa-apa. Apabila kecemasan berlebihan sampai merugikan diri sendiri dan orang lain, itu tidak sehat secara mental. Perasaan cemas dapat dikurangi dengan situasi yang nyaman agar dapat melupakan perasaan itu, termasuk keramahan staf medis pada pasien dan keluarganya. Berkurangnya kecemasan itu akan jauh lebih baik. Pasien akan lebih terbuka menyampaikan apa yang dirasakannya dan lebih percaya bahwa staf-staf medis mampu memberikannya yang terbaik. Komunikasi pun sama, kelihatannya tidak ada sesuatu yang berdampak padahal sangat bermanfaat. Coba kita bayangkan, kalau kita sakit tidak ada yang mau berbincang-bincang dengan kita, apa yang kita rasakan? Sekarang coba dibandingkan dengan perasaan jika kita sakit ada yang menanyakan "perasaan kamu hari ini gimana?" Beda kan?? Lebih enak yang mana? Kegunaannya pun sama dengan mengurangi kecemasan, karena merupakan salah satu cara mengurangi kecemasan itu sendiri.

    Sekarang pun sudah muncul gagasan bahwa "mendongeng" dapat dimanfaatkan sebagai media terapi, khususnya di Indonesia. Pada dasarnya, masyarakat Indonesia senang mendengarkan cerita-cerita. Melalui cerita, pesan moral tersampaikan. Melalui cerita, cara berpikir dapat berubah. Melalui cerita, emosi seseorang pun dapat berubah. Saat mendengarkan cerita, kita dapat memposisikan diri sebagai seorang tokoh dalam cerita itu. Selanjutnya kita dapat mengoreksi tindakan kita berdasarkan cerita. Inilah yang dapat digunakan untuk membuka wawasan orangtua dalam kasus ini. Terkadang ada anak yang tidak napsu makan saat sakit, orangtuanya mengatakan "Awas kamu! kalau ga makan, mama tinggal!" Masalah baru pun muncul, kecemasan semakin tinggi. Melalui cerita, orangtua akan tersadar dengan sendirinya kalau memarahi anak bukan solusi yang tepat, masih ada solusi lain. Hal ketiga (spiritualitas), ini tidak berkaitan dengan agama seseorang, Spiritualitas lebih kepada pasien menyadari adanya kekuatan yang lebih besar yang mengatur semuanya. Sesuatu yang saya tangkap itu merupakan sebuah keyakinan untuk sembuh. Spiritualitas itu lebih kepada seberapa peka seseorang dengan apa yang terjadi pada tubuhnya, bagaimana dia merespon lingkungan, bagaimana dia berinteraksi dengan lingkungan, termasuk dengan diri sendiri, dan lain-lain. Cara merespon itu diperngaruhi oleh keyakinan, sehingga tidak mustahil keyakinan mempengaruhi perilaku. Keyakinan untuk sembuh misalnya, terwujud dalam perilaku rajin menjalani perawatan medis, makan obat, dan lain-lain. Hasilnya dia memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk sembuh, sangat besar bukan peranannya?

     Secara teknis, psikolog memiliki peran mereduksi kecemasan itu dan menjalin komunikasi yang baik di dalamnya. Terutama menyamakan persepsi antara para staf medis, orangtua, dan anak dalam menghadapi penyakit. Setelah persepsi itu sejalan, proses selanjutnya akan lebih selaras dan lebih mudah dijalani. Kesembuhan diupayakan oleh staf medis, kesehatan mental diupayakan oleh psikolog. Melalui seminar ini, tidak hanya materi-materi ilmu pengetahuan yang didapatkan. Pelajaran hidup dan moral juga dapat diperoleh, mulai dari hal yang sangat sederhana dan dapat dilakukan semua orang. Contohnya saat berkomunikasi dengan seorang pasien, sebaiknya jangan bertanya mengenai sesuatu yang berhubungan dengan dampak penyakitnya (kesulitannya, seberapa sakitnya operasi, kesiapan meninggal, dan lain-lain). Lebih baik menanyakan sesuatu yang disukainya, apa cita-citanya, apa yang ingin dilakukan setelah sembuh, dan lain-lain. Selain itu, sesuatu yang berdampak besar tidak harus sesuatu yang WOWWW!! AMAZINGGG!! Kecil-kecil itu juga sesuatu lhoo.... misalnya, senyuman. Senyuman mewarnai dunia, mengubah suasana menjadi berwarna warni mendamaikan hati. Hati yang damai mendatangkan berbagai sensasi. Perasaan yang nyaman mendatangkan manfaat luar biasa, terutama bagi kesembuhan seorang pasien. Kanker memang penyakit yang menakutkan dan mencemaskan, tetapi senyuman dapat menyamarkan semua itu dan membalikkannya menjadi suasana menyenangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar