Manusia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan sempurna, memiliki kelebihan dan kekurangan. Manusia memang tidak sempurna, namun mampu menjadi lebih baik lagi apabila mau mengakui kekurangannya dan memperbaikinya. Inilah alasan manusia tidak memiliki kesempurnaan. Ketidaksempurnaan membuat manusia memiliki daya juang untuk menjadi lebih baik. Ibarat sebuah kanvas putih, manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungannya. Setiap warna yang disapu di atas kanvas itulah yang menentukan apakah nantinya kanvas itu menjadi indah atau tidak.
Semester pertama saya kuliah di Fakultas Psikologi, saya tidak ada apa-apanya. Seiring berjalannya waktu, saya banyak belajar baik melalui kuliah, pengalaman dosen-dosen, berorganisasi selama 1 periode, seminar, maupun workshop. Melalui proses ini ternyata saya menemukan seperti apa diri saya sebenarnya. Saya sama sekali tidak menyangka adanya kekurangan-kekurangan seperti itu, saya pun seakan-akan dituntun untuk menemukan akar dari kekurangan itu dan mengatasinya. Selama kuliah, memang inilah tujuan akhirnya, mengenal diri sendiri sebelum mengenal diri orang lain alias berobat jalan. Satu per satu kekurangan yang saya miliki terungkap. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa proses belajar selalu membuat keringat bercucuran bersamaan dengan air mata. Tugas-tugas kuliah dan ujian-ujian serta hal-hal yang tidak dapat diprediksi selama kuliah dapat membuat seseorang stres, panik, marah, dan lain-lain. Hanya ada satu pertanyaan, Apakah semua itu memiliki sisi positif? Bukankah cara melihat dari berbagai sudut pandang seperti ini juga diajarkan dalam Psikologi?

Setelah melewati akhir periode organisasi saya dihadapkan pada sebuah pilihan sederhana. Teman saya mengajak saya menonton di bioskop bersama saudaranya. Ini adalah pertama kalinya saya mendapat kesempatan untuk jalan-jalan dengan keluarga teman, sayangnya saya belum terbiasa. Saya ragu dalam mengambil keputusan untuk ikut atau tidak. Teman saya pun tiba-tiba mengatakan bahwa saya tidak boleh selamanya seperti ini, saya harus berani encoba sesuatu yang baru. Memang benar ini adalah kritikan yang cukup pedas bagi saya, tetapi ini benar. Saya tidak mungkin terus mempertahankan pendirian di tengah perubahan. Belajarlah dari air, air bisa menempati wadah seperti apapun dengan membiarkan wadah membentuknya. Menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya secara efektif, itulah yang seharusnya dipahami dan diterapkan. Di sini saya menyadari bahwa saya sama sekali tidak fleksibel, sedangkan saya memerlukan fleksibilitas untuk menghadapi perubahan. Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti saran dari teman saya, suka/tidak mau/tidak mau saya mencobanya dengan mengesampingkan perasaan tidak nyaman itu. Sementara waktu, yang dapat saya lakukan hanya bertahan dan mencoba bereaksi sewajarnya pada situasi yang terjadi, baik itu dapat diprediksi maupun tidak.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar