Senin, 11 Maret 2013

"Kecil itu Sesuatu"

     Barangkali ada yang bertanya-tanya "mengapa alamat blog ini kecilitusesuatu.blogspot.com?" Mungkin selama ini topik yang diangkat dalam blog ini seakan-akan mencakup hal ini dan itu. Namun, semua hal tersebut memiliki satu kesamaan. Semuanya merupakan fenomena umum yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari, tetapi sesuatu yang umum itu dapat menjadi sesuatu yang berbeda dari hal lainnya. Inilah yang saya sebut "Kecil itu Sesuatu," kesannya merupakan hal sepele yang dapat berdampak besar baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Ini juga merupakan alasan mendasar bagi saya untuk menyukai psikologi.

      Psikologi membahas mengenai perilaku dan proses mental pada manusia. Kedua hal itu awalnya dianggap tidak ada. Keduanya mulai mendapat perhatian masyarakat ketika muncul yang namanya gangguan mental atau "mental illness," tepatnya pada era early demonology (Kring, Johnson, Davison, & Neale, 2010).  Seperti apakah pandangan orang-orang mengenai gangguan mental pada era tersebut? Sangat "mistik" kesannya, seseorang yang mengalami gangguan mental diasosiasikan dengan penyebab berupa roh jahat yang masuk ke dalam tubuh manusia dan hal-hal yang berkaitan dengan hal ini. Seiring perkembangan zaman, para penderita gangguan mental itu perlahan-lahan mulai dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat. Berkat jasanya Philippe Pinel dan Dorothea Dix, para penderita gangguan mental mulai memperoleh perhatian yang lebih manusiawi dari masyarakat.

Sebagian dari kita cederung mengejar sesuatu yang diinginkan,
tetapi cenderung melupakan sesuatu yang kecil dan penting.
sumber: http://idiva.com/news-work-life/now-get-higher-returns-on-small-savings/5571

     Itu nostalgia... sekarang zaman sudah berubah, seperti apakah perubahannya? Tidak perlu berpikir terlalu  jauh, cukup fenomena di sekitar kita. Contohnya tulisan mengenai "Lebih Dekat Satu Langkah dengan Lansia." Sebagian dari kita cenderung menjauhi lansia, individu-individu dalam rentang usia ini umumnya dianggap "membosankan," tidak "up to date," gaptek (gagap teknologi), lemah secara fisik, daya ingat menurun, dan lain-lain. Pernahkah Anda mencoba menentang anggapan-anggapan ini? Tidak semua lansia seperti itu. Itu hanya sebagian dari mereka yang dianggap demikian. Bagaimana dengan lansia lainnya? Pada kenyataannya ada banyak di antara mereka yang bergerak dalam bidang teknologi, psikologi, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Bahkan mereka lebih hebat daripada generasi muda. Apalagi pada masa kini generasi muda itu identik dengan "malas membaca." Ternyata ada golongan lansia yang masih gemar belajar, banyak di antaranya yang menjadi guru besar di suatu universitas, aktivitasnya berkaitan dengan belajar dan membaca. Asalkan mau dilatih, sebuah kompetensi akan tampak, inilah intinya. Siapa bilang mereka itu punya daya ingat yang lebih lemah? Kalau dilatih daya ingatnya, besar kemungkinannya mereka justru lebih cepat dalam pemrosesan informasi dalam pikirannya daripada generasi muda. Hanya ada 1 pertanyaan, "mau atau tidak?" bukan "bisa atau tidak?" Asalkan mau berusaha sekuat tenaga, pasti bisa menjadi seperti apa yang diharapkan meskipun masih ada keterbatasan (Cavanaugh & Fields, 2006).

     Di dua paragraf sebelumnya kita mencicipi sudut pandang dari dunia psikologi abnormal (gangguan mental) dan psikologi gerontologi (bidang psikologi yang mengkaji perilaku dan proses mental pada lansia). Kedua hal ini merupakan salah satu contoh dari hal yang terkesan sepele dan memiliki dampak yang besar. Coba bayangkan, kalau misalnya seseorang dengan gangguan mental tidak diperhatikan, bagaimana dengan perkembangan selanjutnya? apakah mereka akan pulih? Peran keluarga dan kerabat merupakan salah satu bentuk dukungan untuk sembuh bagi mereka, Apabila pihak-pihak ini tidak bersedia menerima mereka, bagaimana mereka memiliki daya juang untuk sembuh? Hal yang dipertaruhkan adalah kesehatan mental mereka, kesehatan mental berkaitan erat dengan bagaimana seseorang menjalani akitvitasnya sehari-hari. Jika kesehatan mentalnya terganggu, tentu saja aktivitas mereka terganggu, orang lain juga akan terganggu. Kalau dari sudut pandang psikologi gerontologi, jangan pernah lupakan seseorang yan sudah lansia bukan berarti tidak dapat melakukan apapun. Anggapan ini yang harus diperbaiki, kalau kita terus memandang dengan cara demikian akhirnya kita akan sulit mempercayai orang lain karena menetapkan standar kualitas yang terlalu tinggi pada orang lain. Sebaliknya, apabila kita menurunkan standar itu, kita lebih berpeluang untuk melihat kelebihan-kelebihan seseorang termasuk lansia, kita pun juga lebih mudah mempercayai seseorang.

Tidak selamanya sesuatu yang vital itu merupakan hal besar. Seseorang tidak akan tersandung batu yang besar, tetapi akan tersandung oleh batu yang kecil, yaitu hal-hal kecil yang merupakan hal besar. Kecil itu sesuatu.

Referensi:
Cavanaugh, J. C. & Fields, F. B. (2006). Adult development and aging (5th ed.). Belmont, CA:
     Wadsworth.
Kring, A. M., Johnson, S. L., Davison, G. C., & Neale, J. M. Abnormal psychology (11th ed.). Jefferson,  
     MO: Wiley.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar