Melihat seseorang yang sedang putus asa bukanlah sesuatu yang mudah apabila kita pernah merasakannya. Terlepas dari apa alasannya, putus asa tetaplah putus asa dan membuat kita merasa tertekan secara emosional. Dahulu saya dan teman-teman saya pun pernah putus asa berat karena dicurigai melakukan sesuatu yang buruk sampai dibawa ke suatu instansi untuk dites oleh pihak tertentu dengan alasan "tes gratis, ga perlu bayar", padahal tidak melakukan apapun. Usai menjalani tes, dia mengatakan "hasil tesnya ga kluar, kamu tes lagi aja". Hal itu berlangsung 3 kali. Sementara teman yang lain hanya sekali mengulang. Akhirnya tes disudahi dan dipanggil satu per satu ke dalam ruangan tester. Tiba giliran saya dipanggil, dia mengatakan bahwa hanya hasil tes saya yang tidak keluar, pasti ada yang saya sembunyikan.
Dia berpikir saya memiliki rahasia besar yang disembunyikan dan mengajukan banyak pertanyaan seputar hal itu. Selama itu saya tersudut dan tersiksa secara mental, juga merasa takut. Dia terus menanyakan rahasia saya. Saya sendiri tidak pernah menyimpan rahasia tetapi terus disudutkan dengan pertanyaan-pertanyaan dan ekspresi tidak bersahabat dari sang penanya. Sampai akhirnya dia tidak sengaja mengucapkan tujuannya mencari kebenaran dalam sebuah kasus saya melakukan perbuatan buruk. Saya hanya membalas, "Jadi bapak menuduh saya?" Di terus saja menyangkal dan tetap memojokkan saya. Setelah keluar dari ruangan saya hanya menahan air mata, karena saya hanya berpikir dalam situasi itu pun saya harus tetap menghormati yang lebih tua sampai saya tidak mungkin marah di depannya. Air mata itu pun tidak tertahan lagi, menetes selama saya berjalan ke rumah. Setelah menceritakan semuanya kepada orangtua, rasa marah dan kecewa belum pudar. Akhirnya saya menyalakan pendingin ruangan, mematikan lampu kamar, dan mengurung diri sambil menangis keras. Keesokan harinya di sekolah saya ingin menyendiri dan tidak mau bergaul dengan teman-teman lain karena takut dikucilkan. Hari demi hari terlewati dengan rasa sakit yang tak kunjung hilang. Setiap pulang ke rumah hanya mengurung diri dan berusaha tegar meskipun tetap gagal dan menangis.
Performa saya di sekolah pun turun drastis, biasanya mendapatkan nilai 70 untuk pelajaran sejarah sekarang hanya mendapat 45. Sudah dua kali remedial diberikan, tetapi hanya memperoleh nilai 30 dan 40. Teman-teman saya hanya mencoba menghibur dan saya hanya bisa meneteskan air mata. Sepulang sekolah saya hanya berpikir teman-teman dan keluarga saya tidak menginginkan saya seperti ini. Mereka pun tidak akan senang melihat keadaan saya yang lemah seperti itu. Jika saya terluka, yang terluka bukan hanya saya, tetapi keluarga dan teman-teman juga. Perlahan-lahan saya memberanikan diri kembali berinteraksi dengan teman-teman dan mencari kesibukan untuk melupakan luka masa lalu itu. Memang usaha itu menghabiskan banyak waktu dan tenaga sampai satu tahun lamanya baru benar-benar pulih. Sampai sekarang pun luka itu tetap ada, tetapi tidak sesakit dulu. Kejadian tersebut membuat saya memiliki kepribadian yang lebih kuat dari sebelumnya. Saat bertemu masalah saya yakin mampu mengatasinya, karena saya mampu mengatasi masalah yang jauh lebih berat. Pada akhirnya saya pun tidak tahan melihat seseorang putus asa, rasanya saya ingin sekali membantunya meskipun belum mengetahui cara yang tepat. Saya hanya berharap orang itu dapat menemukan sesuatu yang positif dari dirinya dan menjadikan itu sebagai kekuatannya untuk mengalahkan rasa putus asa seperti yang saya lakukan.
![]() |
Teman-teman akan selalu ada untuk kita. Ketika kita berpikir tentang mereka, mereka akan selalu ada di hati kita dan memberikan dukungan bagi kita. |