Rabu, 05 September 2012

Hal Kecil dengan Harga yang Tak Ternilai

     Tentunya sudah tidak asing lagi yang namanya bus. Di dalam bus terdapat banyak tempat duduk, juga ada besi-besi untuk berpegangan. Ketika masuk bus X, terkadang kita juga menjumpai adanya seseorang yang duduk di perbatasan antara dua kursi. Orang-orang selanjutnya menganggap hal itu mungkin lebih nyaman alias posisi "wuenak" (PW), lalu menirunya. Deindividuasi juga seperti itu kasusnya, individu berani berbuat jika berada di dalam kelompok yang melakukan hal serupa agar terkesan sah-sah saja lagipula juga tidak ada yang tahu identitasnya. Sekumpulan orang duduk demikian, akhirnya orang lain yang baru masuk ke dalamnya pun melakukan hal yang sama. Nah, persoalannya ketika orang terakhir masuk ke dalamnya dan ingin duduk bagaimana? Apakah mereka mendapatkan tempat duduk? Suatu ketika kasus ini terjadi, 6 dari 9 orang penumpang bus X duduk dengan posisi seperti itu ditambah 1 orang berusia sekitar 60 tahun ke atas berpegangan pada besi dalam bus sementara di sisi lain memang tempat duduknya terisi penuh tanpa adanya penumpang yang duduk seperti itu. Orang-orang yang duduk dalam PW tidak ada yang mau berbagi tempat dengan dia, hanya melihat ke arahnya saja sementara dia menengok berkali-kali ingin duduk.
Posisi Wuenak (PW) - sebelah kiri
     Pernahkah sekelompok orang itu mencoba menempatkan diri dalam kondisi seperti orang yang sedang berdiri itu? Individu yang memasuki usia 60 tahun ke atas mungkin sudah mengalami proses penuaan (aging) dalam hal fisik. Kita sebagai orang lain melihatnya biasa-biasa saja seakan-akan kemampuan motoriknya masih baik. Akan tetapi, yang paling mengetahui masih baik/tidaknya kemampuan itu adalah individu bersangkutan. Suatu hal yang terlihat baik belum tentu baik, mungkin sebenarnya dia hanya menahan rasa sakit karena berdiri dalam waktu cukup lama sebab otot-ototnya sudah tidak sekuat saat dia muda. Belajar berempati memang tidak mudah, tetapi dengan mencoba dari hal kecil ini dapat memberikan manfaat luar biasa. Jika dalam kasus ini kita sudah mampu berbagi tempat duduk saja, kita sudah mempunyai sebuah pengalaman berempati. Pengalaman dapat diibaratkan fondasi rumah. Apabila fondasi sudah terbentuk, tidak mustahil untuk membangun rumah di atasnya. Sebuah pengalaman kecil membuat kita yakin mampu melakukan hal yang lebih besar dan lebih besar lagi. Keyakinan itu akan menjadi self-efficacy, karena kita yakin kita mampu melewati tantangan-tantangan berikutnya dalam belajar berempati sekaligus yakin dapat memetik hasilnya. Lagipula segala sesuatu yang besar berawal dari sesuatu yang kecil ada tidak ada kata terlambat untuk belajar berempati, siapapun dapat memulainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar