Senin, 31 Desember 2012

Semarak Pergantian Tahun

      Akhirnya tahun 2012 ini berakhir dan menjadi tahun 2013. Malam pergantian tahun kali ini Jakarta diguyur hujan deras pada sekitar jam 7 malam hingga jam 8 malam. Kalau berdasarkan pendapat orang Tionghoa, hujan bukan sesuatu yang menghambat acara pergantian tahun. Hujan diartikan sebagai turunnya rejeki dari langit. Apabila hujan turun pada saat pergantian tahun, semoga di tahun ini Indonesia akan berlimpah rejekinya...


     Di Jakarta diberlakukan "Car Free Night", yaitu ditutupnya jalan M.H. Thamrin di Jakarta. Di beberapa titik pada jalan ini didirikan panggung-panggung untuk acara pergantian tahun. Berbagai pertunjukan musik, tari, dan kembang api pun juga diselenggarakan. Konsekuensinya, kendaraan-kendaraan tidak diperbolehkan memasuki area ini karena acara sedang berlangsung. Fenomena ini diliput oleh berbagai stasiun TV, sehingga penonton yang ada di rumah dapat menyaksikannya. Selama acara ini berlangsung, area dipenuhi oleh lautan pengunjung. Meskipun hujan, mereka tetap semangat untuk menikmati acara tersebut sambil memegang payung. Para pengisi acara juga tidak kalah semangat, mereka tetap menyajikan performa yang terbaik bagi para pengunjung. Gubernur DKI Jakarta - Joko Widodo pun menyempatkan hadir di acara tersebut. Hadirnya Beliau mengundang antusiasme dari para pengunjung, alhasil acara pergantian tahun ini semakin semarak saja.
       Momen yang selalu ditunggu tiap akhir tahun adalah saat-saat memasuki thun baru. Di setiap belahan dunia termasuk Indonesia menghitung mundur dari 10 sampai 1, kemudian kembang api pun dilontarkan ke langit. Langit malam yang gelap habis diguyur hujan kembali diwarnai dengan indahnya kembang api yang mengusir udara dingin dan gelapnya malam. Ternyata beberapa kota memang sangat antusias untuk merayakan tahun baru, mereka juga mengadakan festival kembang api. Seakan-akan mereka berlomba-lomba untuk memberikan pertunjukan yang terbaik di akhir tahun ini. Memang benar festival kembang api umumnya tidak berlangsung sampai satu jam, yang penting bukan kembang apinya tetapi maknanya. Pergantian tahun tentu  disertai pembaharuan diri berupa komitmen dan keinginan untuk tahun berikutnya. Sesuatu yang baru disambut dengan meriah, dengan festival kembang api. Semoga apa yang kita impikan untuk tahun 2013 ini akan terwujud dan kita akan mampu menjalani komitmen-komitmen yang sudah kita buat. Hanya kita yang memiliki potensi untuk membuat diri kita lebih baik, biarlah potensi itu keluar seperti halnya pancaran warna kembang api. Diri kita yang baru akan mengubah dunia kita dengan warna yang baru. Happy New Year 2013^^

..
baby, you're a firework
come on, let your colors burst
make 'em go, oh
you're gonna leave 'em falling down

boom, boom, boom
even brighter than the moon, moon, moon
boom, boom, boom
even brighter than the moon, moon, moon

~ Firework - Katy Perry

Jumat, 28 Desember 2012

Shoppingvaganza

     Diskon di akhir tahun tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Banyak toko yang memberikan diskon besar-besaran untuk menarik para konsumen. Ditambah lagi maraknya penggunaan kartu kredit yang menambah keinginan berbelanja alias shopping. Akan tetapi bagaimana kita mudah tergiur dengan diskon? Apa yang menyebabkannya?
Shopping boleh-boleh saja, tetapi perlu dikontrol
     Sebagai seorang penjual barang/jasa, tentunya punya kecenderungan "melihat peluang" dalam berbagai situasi, misalnya akhir tahun. Menjelang tahun baru, ada keinginan "tahun baru, semua serba baru" Pakaian baru? Sepatu baru? Tas baru? dan lain-lain. Ini dapat dimanfaatkan untuk menjual barang-barang tersebut dengan diskon. Ada konsumen yang mudah tergiur dengan diskon (suka mencari peluang). Ketika muncul diskon, dia bergegas ke toko dan shopping tanpa berpikir panjang. "Mumpung diskon 50% nihhh, kapan lagiiii?? Serbuuuuuuuuuu!!!!" Itulah yang terjadi. Terdapat tipe iklan yang mendorong konsumen untuk bergerak cepat (untuk konsumen yang tidak suka berpikir lama sebelum membeli). Contohnya, "SALE 50% 1 hari." Toko pun langsung dipenuhi konsumen yang ingin berbelanja. Apalagi tipe konsumen itu adalah si pencari peluang tadi. Lengkaplah sudah, si pencari peluang dapat peluang, akhir ceritanya diskon masih ada di hari-hari berikutnya, The End, happy forever & ever.
     Selanjutnya, bagaimana hubungan kartu kredit dengan semua ini? Kartu kredit memungkinkan konsumen berbelanja, meski tidak memiliki uang.  Kondisi ini memicu para konsumen untuk dapat berbelanja besar-besaran pada saat diskon. Hati-hati, jangan sampai kita kena jebakan-jebakan Batman ini... Ingin berbelanja? tentu boleh. Di sini terdapat sebuah tips sebelum berbelanja. Golongkan mana yang menjadi kebutuhan, pelengkap, dan barang mewah.  Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk hidup, misalnya sandang-pangan-papan-pendidikan. Sedangkan barang-barang pelengkap (sabun mandi, handphone, dsb.) dan kebutuhan akan barang mewah (TV, radio, lampu kristal, Nintendo 3DS, dan lain-lain). Pertimbangkanlah juga biaya untuk keperluan mendadak (uang untuk berobat misalnya) dan biaya-biaya hidup (biaya listrik, biaya air, dan lain-lain). Setelah menggolongkan, belilah barang-barang yang paling dibutuhkan terlebih dahulu. Terakhir baru beli barang-barang mewah, sehingga kebiasaan berbelanja "overdosis" dapat dikontrol. Semoga bermanfaat.

Kamis, 27 Desember 2012

Perfeksionis?

    Setelah sekian lama menunggu akhirnya datang juga satu umpan balik mengenai blog ini dari seorang teman. Dia bilang, "Gue salut sama tata bahasa lu. Rapih banget (ya iyalah, kalo bukan gitu bukan MR.PERFEK namanya). Tapi maaf ya, saking rapihnya jadi baku. Karna baku jadi susah dipahami. Alhasil jadi bosenin. strateginya biar jatohnya ga bosen lu masukin cerita dengan bahasa baku." MR.Perfek?? Perfeksionis? Oh My God, cuek begini dibilang perfeksionis... Perfeksionis dari Hongkalikong?!

    Sebenarnya bukan dia saja yang bilang saya ini perfeksionis, hampir semua teman berkomentar demikian. Nih, sekarang saya kasih contoh komentar-komentar kalau misalnya saya perfeksionis:
  1. "Aduhhh, ini masih salahh... coba benerin lagi..." (padahal cuma kurang huruf besar dan tugasnya sudah diprint dan akan dkumpul)
  2. "Ya ampuunn, bisa kerja ga sih? bersihin lagi." (sedikit noda di baju yang tidak dapat hilang)
  3. bla bla bla...
Kata kuncinya itu seseorang yang perfeksionis tidak mentoleransi adanya kesalahan. Dia juga menetapkan standar yang sangat tinggi untuk dirinya sendiri, tanpa sadar standar itu juga diterapkan pada orang lain. Itulah sebabnya dia meninggalkan kesan "perfect" (sempurna) dan dibilang perfeksionis.
     Kembali lagi ke kasus yang pertama. Kalau dibilang perfeksionis sebenarnya saya hanya punya kecenderungan saja. Untuk tugas-tugas di kampus saya kurang  menuntut anggota kelompok saya agar sesuai dengan standar yang saya mau. Tergantung standar mereka secara keseluruhan seperti apa, saya ikuti. Itu anak orang BUKAN robot! Robot dapat diatur  sesuai yang kita mau, kalau orang memiliki karekateristik sendiri. Kalau terlalu dipaksa itu sih penganiayaan.... Lantas apa makna "Bhinneka Tunggal Ika" yang ada di Indonesia? Keberagaman harus dihargai, termasuk keberagaman karakter seseorang, bukankah demikian?
     Saya hanya perfeksionis dalam satu bidang saja, yaitu seni rupa. Di dalam ciri estetika seni rupa ada istilah "unity" (kesatuan). Kesatuan dapat dicapai dengan menyelaraskan warna, gambar, garis, dan lain-lain sehingga tampak harmonis. Kalau satu komponen tidak selaras otomatis itu seakan-akan "mengiritasi" pandangan kita. Jadi saya berusaha semaksimal mungkin agar karya seni yang saya buat tetap tampak harmonis. Sekarang apa jadinya kalau dalam bidang psikologi saya juga perfeksionis? Kasihan kliennya kalau saya jadi psikolog. Dengan kepribadian perfeksionis seorang psikolog, mungkin klien dibentuk sampai sesempurna yang dia bayangkan. Intinya yang harus diobati bukan kliennya, tetapi psikolognya. Itulah salah satu kegunaan psikologi, berobat jalan, hehehe.

Senin, 24 Desember 2012

My Wish for Christmas


Ketika ditanya, "Natal itu apa?" Natal itu adalah kasih, Natal itu damai, Natal itu cinta, dan lain-lain. Setiap dari kita memiliki jawaban yang berbeda-beda untuk pertanyaan ini. Setiap dari kita juga memiliki harapan-harapan yang berbeda saat hari Natal 25 Desember. Umat-umat Kristiani pun datang ke Gereja untuk melakukan Ibadah Natal dan merayakan hari Natal.

   Pada tahun 2012 ini, hari Natal di Indonesia juga bersamaan dengan banjir dimana-mana. Ketika menonton berita di televisi, beberapa wilayah di Indonesia dilanda banjir sampai ketinggian air 1,5 meter. Hal ini ternyata tidak menjadi hambatan bagi masyarakat Indonesia yang hendak menjalani Ibadah Natal. Meskipun di bagian dalam Gereja masih  dibanjiri air genangan, peralatan untuk natal terendam air, perlengkapan natal menggenang dimana-mana, dan lain-lain ternyata masih ada jemaat yang datang ke sana untuk beribadah. Selain itu juga ada jemaat yang tidak datang ke Gereja dikarenakan jalan raya pun terhambat oleh banjir. Merayakan Natal di Gereja dan di rumah tentu berbeda suasananya. Saat di Gereja kita dapat menikmati kebersamaan dengan jemaat-jemaat lainnya. Merayakan Natal di rumah membuat kita dapat menikmati kebersamaan dengan keluarga. Selain hari Natal sebagai hari lahirnya Isa Almasih, ternyata hari ini juga merupakan hari lahirnya kebersamaan bagi siapapun yang merayakannya. Kebersamaan itu senantiasa akan memperkuat tali persaudaraan di antara kita, sehingga di hari-hari ke depannya kita akan lebih saling memahami satu sama lain. Sangat bermakna bukan?
      Hari Natal kembali mengingatkan saya semasa TK-SMA, sejak kecil saya sudah berada di lingkungan yang beragama Kristen. Pada saat itu kami melakukan kebaktian Natal dan merayakannya di sekolah bersama para guru dan orangtua, serta teman-teman. Saya memang bukan orang yang beragama Kristen, tetapi saat berada di sana saya juga merasakan kebersamaan yang terjalin selama acara berlangsung. Melakukan kebaktian bersama, menyanyikan lagu Natal bersama-sama, menyaksikan acara Natal yang disajikan oleh panitia, saling mengucapkan "Selamat Natal", dan sebagainya. Ketika saya SMP saya terkejut karena ada seorang guru seni rupa yang mengajak saya dan teman-teman untuk menjadi panitia dekorasi perayaan Natal. Selama ini kemampuan saya dalam seni memang ada pada seni rupa dan tidak memiliki kompetensi yang cukup pada seni lainnya, saya pun menerimanya dan bergabung dengan panitia dekorasi. Setidaknya salah satu cita-cita saya terwujud pada hari Natal SMP, saya ingin menggunakan kemampuan saya dalam seni rupa untuk menyalurkan rasa gembira bagi yang melihatnya. Di dalam kepanitiaan kami memang memiliki banyak sekali pekerjaan, mulai dari mengerutkan kertas untuk membuat kesan salju, membuat boneka salju, memasang dekorasi di langit-langit panggung, dan masih banyak lagi. Kami merasa senang dengan semua itu, ternyata perasaan senang itu membuahkan karya yang dapat membuat yang melihatnya juga merasa senang.
     Cara merayakan hari Natal dapat berbeda-beda, tidak hanya identik dengan Ibadah dan pesta Natal. Kita dapat melakukannya juga di luar Gereja, atau bahkan menjadi panitia perayaan Natal itu sendiri. Semua itu tentu akan menjadi makna tersendiri bagi kita. Kita yang mengalami, kita pula yang merasakan. Warnailah hari ini dengan sukacita dan damai sejahtera untuk menambah keindahan hari Natal ini. Saya pun juga ingin mengucapkan "Selamat Hari Natal dan Tuhan Memberkati" pada yang membaca blog ini. Semoga ketika membaca blog ini, Anda juga terinspirasi untuk menikmati hari Natal baik di Gereja maupun di rumah atau dimanapun Anda berada,^^

Kamis, 20 Desember 2012

Pelajaran Berharga

     Akhirnya selesai juga kuliah semester ke-5 ini. Rasanya benar-benar lega bisa menyelesaikan seluruh ujian dan tugas-tugas kuliah yang sangat banyak dan berat. Rintangan terbesar semester ini adalah kembali melakukan penelitian  secara berkelompok dalam satu semester. Meskipun ini penelitian kecil, tentu tidak mudah untuk menjalankannya, apalagi bagi seseorang yang masih belum terbiasa. Salah satu hal terpenting dalam tugas kelompok adalah koordinasi antara anggota. Apabila koordinasi berjalan dengan baik, tugas dapat selesai tepat waktu dan memuaskan. Jika koordinasi itu buruk, mungkin saja tugas tidak selesai tepat waktu dan tidak menjadi seperti apa yang diharapkan. 
     Oleh karena begitu banyaknya tugas dan ujian, maka penelitian ini dirancang lebih awal agar dapat lebih cepat menyelesaikannya. Ketika kelompok sudah mulai menjalankannya, tiba-tiba ada salah satu teman sekelas yang meminta untuk masuk ke dalam kelompok. Dia memberikan alasan disuruh oleh dosen untuk bergabung dengan kelompok lain, sehingga kelompok menerimanya dan memberinya tugas-tugas. Setiap tugas yang diberikan tidak pernah selesai tepat waktu, akibatnya seluruh kinerja kelompok terhambat karena ulahnya, Selesai terlambat tidak masalah, tetapi saat melihat hasil kerjanya seakan-akan separuh nyawa melayang, hampir tidak ada yang dapat dikatakan ketika melihat kinerjanya. Bahkan tugas-tugas lainnya pun tidak dikerjakan, sehingga anggota kelompok lainnya terpaksa menggantikannya. Sebut saja namanya Mr.X. Hanya ada pilihan tugas selesai atau tidak dan mau lulus atau tidak. Ketika ditanya mengapa tidak mengerjakan, dia pun berbohong dengan memberi alasan lain dan seakan-akan mengadu domba anggota-anggota kelompok. 
    Untungnya sudah terjalin hubungan yang baik antaranggota, jadi tidak langsung tersulut emosi. Berkat kerja keras dan keringat seluruh anggota, akhirnya tugas itu selesai pada waktunya. Semua anggota kecuali si Mr.X itu berpikir perkara sudah selesai, saatnya melanjutkan hidup. Beberapa hari setelah pengumpulan tugas, dosen menelpon seorang anggota kelompok untuk mengkonfirmasi siapa saja anggota kelompok dan siapa saja yang bekerja. Nah, perkara baru pun muncul. Ternyata ada salah seorang kakak kelas yang mengaku sekelompok dengan Mr.X, itu berarti sekelompok dengan kelompok tadi. Hm... sejak awal dia tidak meminta sekelompok, berkomunikasi juga tidak pernah, masih berani "menumpang nama" dan TIDAK bekerja sama sekali? Sudahlah tidak perlu dipikirkan lagi, semester ini sudah selesai. Cukup jadikan ini pelajaran untuk ke depannya. Lain kali kalau ada yang minta sekelompok, kelihatannya harus observasi perilaku kerjanya dahulu ditambah wawancara orang-orang yang pernah sekelompok dengannya. Kalau perlu berikan dulu USM (Ujian Saringan Masuk). Dengan demikian, kita dapat melakukan tindakan pencegahan (menyiapkan strategi spesial untuk siapapun seperti mereka berdua) atau P3K (Pertolongan Pertama Pada Kelompok alias plan B). Jangan lupa juga hubungan dengan para anggota kelompok juga harus dijalin dengan baik agar dapat saling percaya.

Kamis, 29 November 2012

Going Home

     Tadi itu hujan turun tiba-tiba tanpa ada yang menyangka. Hujan deras itu tidak masalah, yang masalah itu timing-nya. Seringkali belum sampai di rumah tiba-tiba hujan di jalan, coba saja hujan bisa diajak kompromi.... Saat berjalan di jembatan, seorang anak berusaha membuka payungnya karena tiba-tiba mulai gerimis disertai angin kencang. Ada seorang ibu-ibu berseru, "anginnya kekencengan, jangan pake payung, ga bisa!" Anak itu berpikir, "iya Bu, saya tau, ga ada salahnya kok mencoba..." Ketika payung dibuka, astaga! payungnya langsung terbalik seperti kuali bentuknya. Karena panik, anak itu menutup payungnya. Sayangnya ada kawat payung yang terlihat rusak dan tidak bisa terlipat ke dalam. Dia pun menambah kecepatan berjalannya sampai turun dari jembatan ke jalan raya supaya dapat tiba di rumah sebelum hujan deras. 
     Tiba-tiba hujan semakin tidak bersahabat, angin semakin kencang pula. Anak ini pun mengeluarkan dan mengenakan topinya sambil menyeberangi jalan raya. Sesampainya ia di tengah jalan, motor yang seharusnya berhenti ketika ada yang menyeberang justru tetap melaju meski anak ini ada di depannya. Anak ini pun berteriak pada pengendara itu, "WOI!" Pengendara motor itu diam dan melirik ke arahnya karena terkejut sementara dia hanya berjalan seolah tidak terjadi apa-apa. Sebenarnya dia tidak mau berteriak, tetapi sudah berulang kali para pengendara motor tidak berhenti untuk memberikan kesempatan menyeberang bagi para pejalan kaki. Hal itu memang membuatnya kesal saat ingin cepat sampai di rumah, sehingga dia berteriak. Ia hanya berkata dalam hati, "makanya kalau lampu merah tuh stop dulu biar pada bisa nyebrang, mank enak dijeritin depan umum?"
    Anak ini kembali melanjutkan perjalanan pulang. Ia langsung lari karena hujannya bertambah deras lagi. Ternyata angin terlalu kencang, sehingga topinya terbang lepas dari kepalanya. Dia pun kembali mengambilnya sementara ada empat orang pejalan kaki di sebelahnya yang tersenyum kecil melihatnya. Dia malu, sehingga tidak lagi melihat para pejalan kaki itu dan kembali berlari sambil memegang topinya. Lima menit kemudian, anak ini sudah berada di jalan rumahnya. Dia mencoa kembali membuka payungnya, ternyata kawat yang kelihatan rusak itu masih dapat berfungsi. Dia pun percaya diri dapat berjalan ke rumah dengan santai karena dapat menggunakan payung selagi hujan. Angin tiba-tiba kembali menerpa payung itu sampai membuat payung ini terbalik lagi. Seorang ibu-ibu di jalan itu tertawa dan berkata, "yaahh... kebalik...." Si Anak hanya melihat ibu-ibu itu dan kembali berjalan sampai ke rumahnya sementara ibu ini masih tertawa. Si anak hanya berpikir, "mimpi apa gue semalem, kenapa kayaknya gue lagi apes ya... setidaknya ni hari blajar biar laen kali ga nekad."

Minggu, 18 November 2012

"Ujan" yang Paling Ditakuti

Belajar juga dapat menyebabkan stres,
sayangnya hal ini sering terabaikan.
   "Ujan" apa yang paling ditakuti para siswa-siswi di sekolah dan para mahasiswa???? Ujian jawabannya, cukup hilangkan huruf "i" jadilah "ujan"... Seperti apapun upaya yang dilakukan, tidak akan pernah berhasil melepaskan diri dari "ujan" yang satu ini, selalu ada bersama kita dalam suka maupun duka. Uniknya setiap ada ujian saat sedang menempuh pendidikan formal, hampir selalu ada ujian lain. Misalnya kita sakit, putus asa, masalah hubungan dengan keluarga, dan lain-lain. Seakan-akan kita menghadapi dua ujian sekaligus dalam waktu bersamaan. Ingin memandangnya seperti apa, itu terserah pada kita.
   Apabila kita merasa kita tidak mampu menghadapi situasi ini, dilihat "ancaman". Sebaliknya, apabila kita merasa mampu menghadapinya, kita cenderung melihatnya sebagai "tantangan". Apa bedanya? "Ancaman" yang dimaksudkan adalah ancaman seolah-olah "berakhirlah sudah perjalanan ini". Kita merasa tidak ada lagi yang dapat dilakukan dan pasrah saja. Jika kita memandangnya sebagai "tantangan", tentu kita lebih semangat untuk mencari solusinya. Ketika kita merasa sebuah situasi adalah ancaman bagi kita, kita cenderung mengalami yang namanya stres. Stres ini memiliki berbagai gejala. Dapat berupa gejala emosi, seperti cemas misalnya. Atau jika sudah parah, dapat berdampak pada fisik, contohnya merasa sakit perut setiap kali melihat buku pelajaran untuk ujian. Kalau orang-orang yang tidak mengerti stres itu seperti apa mungkin mengatakan, "ahhh, alasan! tiap kali belajar pasti bilangnya sakit perut. bialng aja pengen maen...."
    Stres itu sebenarnya tidak hanya respon secara psikologis, tetapi juga respon fisik. Ketika stres, detak jantung dapat berdetak lebih cepat, akibatnya sistem-sistem dalam tubuh juga terpengaruh. Kita pilih satu contoh, sistem limbik. Sistem ini berperan dalam emosi kita. Jika stres memengaruhi sistem ini, cara kita bereaksi terhadap situasi pun akan berubah. Kita bisa menjadi pendiam, bisa menjadi pemarah, menjadi agresif, dan lain-lain. Sistem pencernaan juga terpengaruh. Produksi asam lambung pun meningkat jika kita stres, itulah sebabnya kita dapat merasa sakit perut ketika melihat buku pelajaran, bukan alasan untuk melarikan diri dari belajar bukan???
   Alangkah baiknya jika kita mampu mendeteksi gejala-gejala ini selama kita sedang mempersiapkan diri untuk ujian. Sebenarnya terdapat dua opsi secara umum untuk solusinya, ingin mengatasi masalahnya langsung atau mengatur emosi terlebih dahulu? Keduanya sama-sama bagus dan memiliki pengaruh positif tersendiri. Ketika keduanya digabung, hasilnya tentu lebih memuaskan. Misalnya, pertama-tama kita mencoba membuat suasana hati kita senang dengan meninggalkan buku dan melakukan hobi. Saat kita merasa sudah cukup puas melakukan hobi, baru coba menangani masalahnya (belajar untuk ujian). Hasilnya, saat kita belajar kita merasa senang dan materi-materi yang dipelajari pun terasa lebih mudah.

Rabu, 07 November 2012

Sakitnya Disalahkan

    Rasanya benar-benar menyakitkan kalau sering disalahkan atas apa yang tidak kita lakukan, seperti yang dialami oleh Z. Z dan ayahnya seringkali bergantian memakai komputer. Z sama sekali tidak mengerti bagaimana cara log-off, memasang password pada sistem, mengunci komputer atau yang semacamnya. Ketika ia membuka komputer dan bermain di komputer, ayahnya datang dan mengatakan dengan nada keras, "lu konci ya komputernya? ampe gue ga bisa maen!" Z sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkan dan hanya membalas "tidak". Ayahnya sama sekali tidak percaya padanya dan membentak, "Bohong! ga mungkin lu ga ngerti! .... (sambil melontarkan kata-kata kasar)".  Ini bukan pertama kalinya Z disalahkan atas sesuatu yang tidak dilakukannya, ini sudah ke sekian kalinya. Tentu Z merasa sakit dilontarkan kata-kata kasar oleh ayahnya sendiri. Z yang tidak tahan lagi hanya membalas dengan ketus, "Siapa yang konci coba, ngerti aja ngga. kalau nuduh tuh pake bukti, ga ada bukti maen salahin orang. dikira ga sakit apa? semua disalahin juga sakit, emangnya papa ga sakit apa kalau disalahin? emangnya Z ga punya prasaan kayak papa?" Mulai saat ini keduanya membisu hingga keesokan harinya.
     Z yang masih sakit hati atas perlakuan ayahnya mencoba berbagi dengan ibu dan teman-temannya. Ibu dan teman-temannya pun terkejut bahwa Z benar-benar marah sampai melontarkan kata-kata yang ketus. Z yang merasa tidak dihargai oleh ayahnya merasa bingung apa yang harus diperbuat lagi. Dia merasa dirinya tidak salah setelah berpikir kembali. Dia cenderung menjadi pemarah jika berhadapan dengan seseorang yang menyalahkannya dengan cara yang tidak baik seperti langsung membentak tanpa mengklarifikasi terlebih dahulu. Sayangnya, ayah Z tidak benar-benar mengetahui karakter Z seperti ini karena dia sering disalahkan oleh ayahnya. Di satu sisi Z ingin berusaha untuk menerima ayahnya apa adanya, di lain sisi dia sangat membenci kecenderungan ayahnya yang suka menyalahkan orang lain, tidak hanya Z tetapi ibunya dan orang-orang lain juga disalahkan. Akhirnya Z memutuskan untuk tidak memakai komputer di saat ada ayahnya supaya dia tidak disalahkan mengunci komputer, karena hanya dia yang memakainya selain sang ayah. Tentu hal ini akan mengurangi produktivitasnya saat dia kuliah, karena sebagian besar tugas kuliah dikerjakan dengan komputer. Salah satu sumber hiburan Z juga komputer itu. Z sebenarnya ingin sekali menjadi pribadi yang tidak oversensitive jika disalahkan, tetapi dia sama sekali tidak tahu apa yang harus dilakukannya jika lingkungan sosialnya selalu membuatnya seperti itu. Sepanjang hari dia hanya berusaha tetap tersenyum di hadapan siapapun untuk menyembunyikan kemarahannya.

Keluarga juga dapat menentukan bagaimana kepribadian
seorang anak berkembang ketika dia dewasa kelak.
baik melalui nila-nilai dan norma, maupun perilaku masing-masing anggota keluarga.

Selasa, 23 Oktober 2012

Rasa Kehilangan

Setiap pertemuan, selalu ada perpisahan.
yang dapat kita harapkan hanya yang terbaik untuknya.
    Umumnya rasa kehilangan memang dikatkan dengan meninggalnya salah satu anggota keluarga atau kerabat-kerabat dekat. Dewasa ini, bukan hal yang mustahil lagi jika hewan dianggap sebagai bagian keluarga. Akibatnya, ketika hewan itu meninggal, rasa sedih pun senantiasa bersama kita sama halnya seperti keluarga apabila terdapat rasa sayang. Inilah rasa kehilangan itu. Hal yang serupa pun terjadi pada saya hari ini. Saya memelihara seekor anjing dari saat saya masih SMP kelas 8 diberikan oleh seorang teman orangtua saya. Saya seringkali bermain dengannya setiap pulang sekolah sampai sekarang. Terkadang saya juga memberinya makan dan minum. Tak dapat disangka, dia pergi untuk selamanya kemarin malam dan baru diketahui pagi tadi. Dia sudah dianggap sebagai bagian keluarga saya. Di keluarga saya rasanya kurang jika tidak ada anjing. Ketika dia meninggal, semua anggota keluarga merasakan hal yang sama, sedih. Papa juga tidak bisa berbicara dengan intonasi tinggi, suaranya pun bergetar padahal ini jarang sekali terjadi. Setelah saya memastikan dengan mata kepala sendiri, dia tergeletak di atas tanah dalam kondisi tidak bergerak dan mata yang terbuka. Saya terkejut dan tidak berani lagi melihatnya. Tanpa komentar, saya naik ke lantai dua dan masuk ke kamar dan memberitahu mama. Saya tidak berani menatap mata mama, suara saya pun semakin lama semakin pelan dan rasanya sangat sedih.
     Akhirnya, saya kembali tidur-tiduran di ranjang, air mata pun menetes karena tidak tertahankan. Hal ini mungkin terjadi karena saya dan anjing itu sudah memiliki ikatan emosional yang kuat. Setiap saya sedang bermasalah, dia selalu menggonggong seolah-olah dia mengetahui perasaan saya. Padahal dia anjing yang pendiam. Ketika dia bermasalah saya pun dapat mengetahuinya dengan cepat hanya dengan melihatnya dan mendengar suara gonggongannya. Tidak ada siapapun yang patut disalahkan. Usianya memang sudah lanjut untuk usia anjing sejenisnya. Dia sudah hidup lebih dari 6 tahun lamanya, persisnya memang saya tidak begitu tahu. Umumnya anjing jenis teckle berusia maksimal sekitar 15 tahun. Jadi, kami sekeluarga berkesimpulan memang sudah waktunya dia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. 
     Selama saya menangis, saya hanya berkata dalam hati meminta agar Yang Maha Kuasa mau menerimanya di sisi-Nya dan senantiasa memelihara dan menjaganya. Saya hanya dapat percaya bahwa Yang Maha Kuasa tentu lebih mampu memeliharanya daripada kami semua, sehingga saya berkeyakinan itu memang kehendak-Nya. Kehendak-Nya memang selalu yang terbaik untuk semuanya, meskipun terkadang kita tidak menyadari itu. Selain itu saya juga masih memiliki keluarga dan teman. Bagaimana cara mereka berinteraksi dengan saya jika saya terlihat sedang menutup diri dan masih larut dalam kesedihan? Itu yang akan muncul dalam pikiran mereka. Terdapat kemungkinan juga mereka berpikir saya sedang sensitif, jadi tidak banyak berinteraksi dengan saya untuk menghindari rasa sensitif berlebihan dari saya. Akhirnya saya memutuskan untuk memikirkan hal lain saja dan mengerjakan apapun seperti biasa, karena hari ini saya harus presentasi. Seorang presenter pun harus profesional, tidak mencampurkan masalah pribadi dengan pekerjaan.

Jumat, 19 Oktober 2012

Pelajaran Bahasa Inggris akan Dihapus, Positif atau Negatif?

     Pagi ini saya sempat mendengarkan perbincangan di radio mengenai penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris untuk pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Indonesia. Alasannya adalah dengan adanya pelajaran bahasa Inggris membuat anak menjadi tidak fokus belajar bahasa Indonesia. Saya sendiri mempertanyakan apakah itu benar, kemudian menemukan artiketl-artikel berita berkaitan dengan itu, ternyata benar. Kasus ini masih belum pasti, masih ada pihak pro dan kontra. Pihak yang pro mengungkapkan bahwa bahasa Inggris terlalu berat sehingga anak cenderung lebih mengutamakannya daripada mata pelajaran lain. Pihak kontra mengatakan bahasa Inggris penting dalam dunia internasional. Masalah ini kompleks, karena dapat berdampak dalam berbagai aspek.
     Anggap keputusan itu dilaksanakan. Jika pelajaran Inggris tidak ada, sisi positifnya murid dapat lebih berfokus pada mata pelajaran lain sesuai harapan pada kasus ini. Terdapat pula kemungkinan nilai-nilai murid akan meningkat, karena mereka lebih mudah mencerna materi dengan bahasa Indonesia. Sisi negatifnya, murid akan kehilangan kesempatan untuk belajar dan mengasah keterampilan berbahasa Inggris sejak dini. Apabila keterampilan itu baru akan diperkenalkan ketika menduduki Sekolah Menengah Pertama (SMP),tentu akan menimbulkan masalah adaptasi. Seseorang yang terbiasa dengan pola DM (diterangkan-menerangkan) harus berpikir sebaliknya, tentu membutuhkan proses. Ditambah lagi harus menghafal sekian banyak jenis kalimat, tata bahasa, dan perbendaharaan kata. Tentu bukan proses yang mudah bukan?
      Suatu masalah belum tentu disebabkan hanya oleh satu faktor saja. Dalam hal ini faktor itu adalah bahasa Inggris. Saat saya mendengarkan radio terdapat fakta bahwa setiap kali ujian nilai terendah selalu bahasa Indonesia, sehingga hal ini menjadi asumsi bahasa Inggris membuat anak tidak fokus belajar bahasa Indonesia. Belajar bahasa tidak sama dengan belajar matematika, ekonomi, fisika, atau pelajaran lainnya. Pelajaran bahasa apapun dipelajari teorinya dan dipraktekkan dalam bentuk percakapan atau tulisan. Apabila tidak terbiasa berbahasa Inggris, tentu hasilnya juga tidak akan sebanding. Sama halnya dengan bahasa Indonesia, apa yang kita pelajari juga tidak akan sia-sia jika dipraktikkan. Jaman sekarang bahasa Inggris menjadi bahasa internasional bukan? Buku-buku kuliah pun hampir semuanya berbahasa Inggris, apa yang terjadi jika kita tidak menguasai bahasa Inggris dengan baik?
Anak akan bingung jika
belajar 2 bahasa
terlalu dini
      Bukanlah hal mustahil jika kedua bahasa itu dapat berkembang dengan baik dalam diri seseorang. Sebelum belajar bahasa asing, sebaiknya individu menguasai bahasa ibu terlebih dahulu. Setelah itu baru belajar bahasa asing. Apabila dijalankan bersamaan, anak akan bingung dengan bahasa apa dia harus berbicara. Hukum yang sama pun tetap berlaku. Kedua bahasa yang dipelajarinya tetap harus dipraktikkan agar keduanya dapat dikuasai dengan baik. Penjelasan itu saya dengar saat saya mendengarkan penjelasan narasumber di radio. Jika diperhatikan lebih lanjut, jika keduanya dapat berjalan dengan baik seperti itu bukankah murid akan lebih merasakan manfaat belajar? Dia akan mampu belajar dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing, sehingga pintu ilmu pengetahuan juga terbuka lebar untuknya. Buku-buku berbahasa Indonesia maupun berbahasa asing tidak menjadi masalah baginya apabila dia mampu menguasainya.

Kamis, 27 September 2012

Eternal Friends

     Melihat seseorang yang sedang putus asa bukanlah sesuatu yang mudah apabila kita pernah merasakannya. Terlepas dari apa alasannya, putus asa tetaplah putus asa dan membuat kita merasa tertekan secara emosional. Dahulu saya dan teman-teman saya pun pernah putus asa berat karena dicurigai melakukan sesuatu yang buruk sampai dibawa ke suatu instansi untuk dites oleh pihak tertentu dengan alasan "tes gratis, ga perlu bayar", padahal tidak melakukan apapun. Usai menjalani tes, dia mengatakan "hasil tesnya ga kluar, kamu tes lagi aja". Hal itu berlangsung 3 kali. Sementara teman yang lain hanya sekali mengulang. Akhirnya tes disudahi dan dipanggil satu per satu ke dalam ruangan tester. Tiba giliran saya dipanggil, dia mengatakan bahwa hanya hasil tes saya yang tidak keluar, pasti ada yang saya sembunyikan.
     Dia berpikir saya memiliki rahasia besar yang disembunyikan dan mengajukan banyak pertanyaan seputar hal itu. Selama itu saya tersudut dan tersiksa secara mental, juga merasa takut. Dia terus menanyakan rahasia saya. Saya sendiri tidak pernah menyimpan rahasia tetapi terus disudutkan dengan pertanyaan-pertanyaan dan ekspresi tidak bersahabat dari sang penanya. Sampai akhirnya dia tidak sengaja mengucapkan tujuannya mencari kebenaran dalam sebuah kasus saya melakukan perbuatan buruk. Saya hanya membalas, "Jadi bapak menuduh saya?" Di terus saja menyangkal dan tetap memojokkan saya. Setelah keluar dari ruangan saya hanya menahan air mata, karena saya hanya berpikir dalam situasi itu pun saya harus tetap menghormati yang lebih tua sampai saya tidak mungkin marah di depannya. Air mata itu pun tidak tertahan lagi, menetes selama saya berjalan ke rumah. Setelah menceritakan semuanya kepada orangtua, rasa marah dan kecewa belum pudar. Akhirnya saya menyalakan pendingin ruangan, mematikan lampu kamar, dan mengurung diri sambil menangis keras. Keesokan harinya di sekolah saya ingin menyendiri dan tidak mau bergaul dengan teman-teman lain karena takut dikucilkan. Hari demi hari terlewati dengan rasa sakit yang tak kunjung hilang. Setiap pulang ke rumah hanya mengurung diri dan berusaha tegar meskipun tetap gagal dan menangis.
     Performa saya di sekolah pun turun drastis, biasanya mendapatkan nilai 70 untuk pelajaran sejarah sekarang hanya mendapat 45. Sudah dua kali remedial diberikan, tetapi hanya memperoleh nilai 30 dan 40. Teman-teman saya hanya mencoba menghibur dan saya hanya bisa meneteskan air mata. Sepulang sekolah saya hanya berpikir teman-teman dan keluarga saya tidak menginginkan saya seperti ini. Mereka pun tidak akan senang melihat keadaan saya yang lemah seperti itu. Jika saya terluka, yang terluka bukan hanya saya, tetapi keluarga dan teman-teman juga. Perlahan-lahan saya memberanikan diri kembali berinteraksi dengan teman-teman dan mencari kesibukan untuk melupakan luka masa lalu itu. Memang usaha itu menghabiskan banyak waktu dan tenaga sampai satu tahun lamanya baru benar-benar pulih. Sampai sekarang pun luka itu tetap ada, tetapi tidak sesakit dulu. Kejadian tersebut membuat saya memiliki kepribadian yang lebih kuat dari sebelumnya. Saat bertemu masalah saya yakin mampu mengatasinya, karena saya mampu mengatasi masalah yang jauh lebih berat. Pada akhirnya saya pun tidak tahan melihat seseorang putus asa, rasanya saya ingin sekali membantunya meskipun belum mengetahui cara yang tepat. Saya hanya berharap orang itu dapat menemukan sesuatu yang positif dari dirinya dan menjadikan itu sebagai kekuatannya untuk mengalahkan rasa putus asa seperti yang saya lakukan.

Teman-teman akan selalu ada untuk kita.
Ketika kita berpikir tentang mereka,
mereka akan selalu ada di hati kita
dan memberikan dukungan bagi kita.

Senin, 17 September 2012

Senyuman Kecil

   Siapa yang tidak punya masalah sepanjang hidupnya? Masalah adalah teman terdekat kita yang selalu ada kapanpun dan dimanapun, selalu saja setia bersama kita (padahal kita tidak pernah memintanya). Ada masalah yang sangat mudah kita selesaikan, tetapi ada pula yang sangat sulit kita selesaikan sampai-sampai kita terlalu banyak memikirkan masalah itu. Sumber masalah pun bermacam-macam, ada yang berasal dari pekerjaan, hubungan sosial, lingkungan, dan lain-lain. Jangan biarkan pikiran kita dikuasai oleh mereka! Mereka boleh saja tinggal di dalam pikiran kita, tetapi kitalah yang harus mengendalikannya bukan sebaliknya.
    Semakin kita pikirkan masalah itu bukankah rasanya semakin berat? Seakan-akan tidak ada hal lain yang lebih penting daripada masalah itu sendiri. Lihatlah sekeliling kita, teman-teman dan keluarga kita mungkin bingung bagaimana menghadapi kita yang sedang bermasalah. Diajak bicara akhirnya dimarahi, tidak diajak justru dianggap tidak peduli. Jika terus dibiarkan, bukan hanya kita saja yang stres tetapi lingkungan sosial kita juga akan merasakannya. Cobalah lihat diri kita di masa lalu seperti apa cara kita menghadapi masalah sekaligus bagaimana perasaannya jika berhasil. Seorang teman saya pun sedang merasakan masalah yang sangat berat karena bersangkutan dengan hubungan dengan seseorang, katakanlah itu temannya. Sejak SMA mereka sangat dekat hingga sekarang. Sayangnya, hubungan mereka perlahan-lahan semakin merenggang karena satu dan lain hal ditambah masalah-masalah. Perilaku dia pun menjadi sangat berbeda dari biasanya, menjadi sangat sensitif dan murung sepanjang hari.
    Oleh karena situasinya memang sudah rumit, percuma saja jika saya hanya menyarankan ini dan itu, saya hanya mungkin mencairkan suasana dengan bercanda sedikit dengannya. Harapan saya bercanda akan mengembalikan sedikit keceriaannya dengan sedikit bersenyum agar dia mampu optimis. Siapa tahu dengan senyuman kecil itu dia lebih santai dan pikirannya mulai teralih dari masalah. Biasanya seseorang baru akan mendapatkan solusi-solusi ketika dia meninggalkan masalahnya untuk sementara, memang hal itu yang ada di pikiran saya saat itu. Apabila masalah terus kita pikirkan, terkadang cenderung terlalu banyak berpikir negatif tentang masalahnya. Andai dia mampu melihat sesuatu yang positif dari masalahnya, mungkin dia tidak lagi merasakan tekanan yangs sangat besar seperti sekarang. Berpikir positif akan membuatnya lebih banyak tersenyum dan semakin santai. Pengaruh baginya adalah mulai memandang masalahnya tidak sebesar yang dipikirkan sehingga mampu menyelesaikan masalah itu. Semoga saja harapan itu menjadi kenyataan.
Sedikit senyuman
mengurangi sedikit masalah

Selasa, 11 September 2012

Dia Kreatif, Saya Tidak. Yakin???

     Urusan kreatif atau tidak seringkali identik dengan topik seperti seni atau  wirausaha seperti "Bosan Jadi Pegawai" yang acara TV itu lho.. Ketika kita menyaksikan hasil karya seni atau episode-episode di dalam film itu selalu saja ada yang unik. Ada pula yang berpikir, "Kok bisa yah bikin barang-barang antik trus dijual, kreatif banget. Gue diminta begitu mah aduhhh...abis dah, ga sekreatif itu guee..." Hal yang perlu diketahui, kreativitas itu tidak hanya dalam seni. Dalam memecahkan masalah kita perlu kreativitas, dalam membuat rencana kita perlu itu, cara berpakaian agar tampil awet muda, membuat presentasi yang menarik, dan lain-lain. Sebenarnya apa itu kreativitas? Kreativitas merupakan aktivitas pikiran yang menghasilkan cara baru atau tidak biasa dalam memandang sebuah masalah atau situasi. Selama itu sesuatu yang tidak biasa, itulah kreativitas.

Bohlam sering  dihubungkan dengan "ilham",
mengapa demikian?

     Kita ambil saja salah satu contoh di atas, misalnya cara berpakaian agar tampil awet muda. Si A berpikir lebih baik meramu tanaman-tanaman yang berkhasiat bagi kecantikan. B malah berpikir memakai pakaian yang fashionable agar siapapun tidak terlalu memerhatikan wajahnya yang awet tua. Sedangkan si C berpikir yang praktis dan sederhana, ke klinik X misalnya. "Sebelum saya berobat di sini saya awet tua, tetapi setelah 3 bulan berobat saya merasa awet muda, bye-bye aging^^" Nah, bagaimana ketiga ide itu muncul? Pada intinya ketiga teman kita itu melewati sebuah proses, yaitu proses berpikir kreatif. Pada umumnya kreativitas muncul melalui empat tahap; persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Pertama-tama A, B, dan C mengumpulkan informasi mengenai masalah awet tua dan ingin berusaha menyelesaikannya (preparasi). Selanjutnya mereka bingung apa yang harus dilakukan agar mereka tetap cantik awet muda. Daripada stres memikirkan itu alias buntu pikirannya, lebih baik jalan-jalan dulu ke mal. Saat di mal mereka sudah mulai santai meninggalkan masalahnya sementara (inkubasi). Mereka pun melintasi toko kecantikan dan melihat berbagai macam krim anti penuaan yang dibuat oleh dokter ternama. Seketika ide-ide itu muncul, istilahnya mendapatkan "ilham" (iluminasi). Tahap terakhir, mereka menguji coba ide itu cukup baik atau tidak (verifikasi). 
     Kreativitas yang biasanya kita maksudkan adalah di tahap ke-3. Kita pun juga selalu menganggap yang namanya kreatif itu pasti sesuatu yang tidak biasa. Sesuatu yang tidak biasa baru dapat dihasilkan jika pengetahuan kita sudah mencukupi dan lingkungan kita menginginkan kita untuk kreatif. Pengetahuan yang banyak akan sangat memudahkan kita menghubungkan satu informasi dengan informasi lain. Contohnya kita mempunyai konsep warna merah. Apa saja yang berwarna merah? ada lipstick, taplak meja, sapu tangan, cat kuku, kalender, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan berpengaruh pada motivasi kita. Apabila orang-orang terdekat kita ada yang mengatakan "wah hebat! bla-bla-bla" saat kita menciptakan sesuatu, kita pun akan semakin merasa usaha kita dihargai dan ingin memberikan yang lebih. Itulah sebabnya motivasi juga terpengaruh dalam hal kreativitas ini. Dalam contoh-contoh di atas, yang manakah yang kreatif?? Tidak perlu minder kalau dikatakan tidak kreatif. Sesuatu yang kita berikan belum tentu inovatif bagi orang lain karena dia mungkin sudah pernah melihat yang lebih kreatif. Apabila menurut kita itu adalah sesuatu yang baru karena kita belum mengetahui yang lain, berbanggalah sebab itu menandakan peningkatan dalam kreativitas.

Minggu, 09 September 2012

Unity

     Siapapun, dimanapun, dan kapanpun ada saja yang membanding-bandingkan sesama teman, anggota keluarga, rekan kerja, dan sebagainya. Pengalaman ini sebenarnya sudah sangat lama, tetapi tetap saja terjadi sampai sekarang. Hal itu pun juga terjadi pada teman kita yang bernama Al. Suatu malam Al ingin meminjam kamar belajar untuk mencicil belajar untuk kuis sekaligus mengerjakan tugas. Pada saat yang bersamaan ayahnya sedang santai tidur-tiduran di dalam sana, padahal Al sudah mempersiapkan segalanya di meja untuk belajar. Ayahnya pun berbicara, "Belajar ya belajar aja, apa urusannya sama gua?" Al hanya berdiam sambil berbicara dalam hati, "Belajar sih belajar, gimana mau belajar kalo papa masih di sini tidur plus nyanyi sambil tidur alias ngorok...plisss deh" Al sudah menyampaikan pada ayahnya berulang-ulang bahwa dia tidak suka belajar jika ruangannya berisik dan tidak ditinggal sendirian di dalam ruangan. Ayahnya hanya diam setiap kali hal itu disampaikan dan tetap melakukan apapun yang menurutnya menyenangkan seperti tidur di ruangan ber-AC, menonton TV, membaca koran/buku, dan lain-lain di ruangan itu.
     Seandainya membalas ucapan anaknya, hanya menjawab "Gua bisa-bisa aja tuh belajar. Lu mau belajar, belajar aja di sini". Ayah Al tidak menyadari bahwa dirinya dan anaknya sangat berbeda. Ayah bisa belajar dalam kondisi berisik dan ada orang, sementara Al lebih suka sendirian saat belajar. "Mungkin saja meskipun ada suara petir ditambah suara piring terbang di dapur papa tetap bisa belajar", pikir Al. Setiap orang itu unik, memiliki karakter yang berbeda-beda satu sama lain dan tidak dapat disamakan, begitu pula dengan ayah dan anak ini. Mereka memang memiliki hubungan darah ayah-anak, tetapi karakter mereka berbeda. Anggapan bahwa "buah jatuh tak jauh dari pohonnya" tidak sepenuhnya benar, karakter anak belum tentu hampir sama dengan orangtuanya. Hal itu merupakan asumsi secara biologis, tetapi bagaimana dengan faktor lingkungan? Siapa saja yang berinteraksi dengannya? Seperti apa karakter masing-masing orang dalam pergaulannya? Siapa tahu lingkungan sosial Al adalah kutu-kutu buku yang hobinya bersarang di perpustakaan dan selalu menyukai ketenangan saat membaca. Atau barangkali di sekolahnya dulu guru-guru wali kelas selalu menuntut suasana yang tenang dalam belajar. Hal-hal itu mungkin yang membuat Al lebih menyukai ketenangan daripada suasana yang kurang tenang, sehingga menjadi tidak sama dengan ayahnya.
     Al dan ayahnya sama-sama kutu buku pada dasarnya, hanya saja berbeda selera dalam suasana ruangan favorit. Perbedaan memang membuat mereka terkesan kurang akrab, bertentangan, tidak cocok, bla bla bla. Padahal mereka memiliki persamaan juga (sama-sama kutu buku). Hubungan ayah-anak ini telah menunjukkan kepada kita bahwa perbedaan adalah sesuatu yang lazim. Persamaan yang menyatukan kita, perbedaan adalah pelengkap dalam sebuah hubungan. Melalui perbedaan, kekurangan-kekurangan seseorang seakan-akan tertutup. Misalkan Al yang lebih suka keheningan, dia lebih unggul dalam menghadapi situasi yang membosankan karena sudah terbiasa. Sehingga dia mampu membuat orang-orang di sekitarnya tetap merasa nyaman di dalam lingkungan sepi sekalipun. Hanya pada saat-saat demikian saja Al dan ayahnya paling sering bertentangan. Akan tetapi di luar itu mereka akrab, mereka seringkali ke toko buku dan mengumpulkan buku-buku, bermain dengan hewan peliharaan, bergantian memakai komputer, dan lain-lain.

Persamaan menyatukan kita,
perbedaan mewarnai hubungan kita.


Kamis, 06 September 2012

Reward Vs Cost

Beragam emosi, beragam warna kehidupan
   Setiap manusia adalah makhluk sosial, mereka selalu berhubungan dengan individu-individu di sekitarnya. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa manusia memang tidak dapat hidup seorang diri. Hubungan antara dua orang tentunya memiliki hubungan timbal balik, yaitu adanya reward dan cost. Reward merupakan konsekuensi menyenangkan bagi individu yang berasal dari sebuah hubungan dengan individu lain. Tentunya tidak ada hubungan yang manis-manis saja, pasti ada rasa pahitnya. Nah rasa pahit dalam sebuah hubungan itu adalah cost. Akan tetapi jangan dibayangkan untuk mendapatkan reward ada cost sama saja dengan kita menginginkan sesuatu yang enak harus merasakan sesuatu yang pahit-pahit, siapa yang mau? Cukup dengan membayangkannya sebagai sebuah lukisan. Suatu lukisan tentu kurang menarik jika hanya memainkan satu warna. Sebaliknya jika dikombinasikan dengan berbagai warna justru menghasilkan karya artistik, baik itu gradasi warna, pembuatan tekstur objek, pencahayaan, dan lain-lain. Hal-hal yang membuat hidup berwarna juga tidak hanya dengan rasa yang manis saja. Pengalaman manis menjadi motivasi kita, sedangkan pengalaman pahit menjadi kekuatan untuk bertahan dalam situasi sulit.
     Secara sadar atau tidak, di dalam sebuah hubungan dengan orang lain kita juga memiliki sebuah standar. Standar yang pertama adalah dengan mempertimbangkan reward dan cost yang berhak kita dapatkan. Suatu hubungan biasanya lebih mungkin bertahan jika reward lebih banyak daripada cost. Sudah jadi naluri manusia ingin yang enak-enak dan menghindari yang tidak enak bukan? Kalau diminta memilih antara barang gratis dan barang mahal padahal dua-duanya sama saja pilih mana hayooo??? Hal ini dikarenakan alam ketidaksadaran yang dimiliki manusia memiliki kecenderungan untuk mencari kepuasan dan menghindari situasi yang sulit, sehingga manusia lebih menyukai keadaan yang lebih membuatnya nyaman dalam sebuah hubungan. Misalnya, dulu A memiliki bos yang sangat perhatian, sekarang beda bos tetapi bosnya sangat pemarah. A akhirnya ingin kembali ke bos yang lama karena bos kedua seperti satpam, sedikit-sedikit marah langsung pecat. Standar kedua, kita cenderung membandingkan reward dan cost di antara dua individu atau lebih sebagai alternatif. Contohnya, B ingin pergi ke pesta dengan seorang teman. Dia berpikir si A orangnya supersensitif, baru kena angin dikira ada yang pegang-pegang, astaga.... Si C orangnya sok cantik, tiap melihat sesuatu yang besar langsung sembunyi+dandan sampai bibirnya kelap-kelip seperti lampu disko. Sedangkan D oangnya kalem dan pendengar yang baik. Akhirnya B memilih D sebagai pendampingnya ke pesta berdasarkan seberapa banyak reward-nya (tidak supersensitif dan tidak sok cantik).
     Nah, dalam manajemen hubungan dengan seseorang tidak mungkin kita langsung memutuskan hubungan hanya karena cost yang terlalu banyak. Setidaknya yang dapat kita lakukan adalah mencoba menyesuaikan diri sekali lagi, mencari solusi ketika ada masalah, dan introspeksi diri jika perlu. Hal-hal ini dilakukan agar kita mengetahui lebih dalam bagaimana karakter teman kita dan karakter kita sendiri. Introspeksi diri pun juga penting. Apabila sama-sama marah alias konflik dan tidak bisa redam juga amarahnya, sebaiknya coba pikirkan lagi apakah kita memiliki kesalahan sehingga dia juga marah? Setelah mengetahuinya baru dibicarakan tanpa emosi agar dapat menemukan solusinya.

Rabu, 05 September 2012

Hal Kecil dengan Harga yang Tak Ternilai

     Tentunya sudah tidak asing lagi yang namanya bus. Di dalam bus terdapat banyak tempat duduk, juga ada besi-besi untuk berpegangan. Ketika masuk bus X, terkadang kita juga menjumpai adanya seseorang yang duduk di perbatasan antara dua kursi. Orang-orang selanjutnya menganggap hal itu mungkin lebih nyaman alias posisi "wuenak" (PW), lalu menirunya. Deindividuasi juga seperti itu kasusnya, individu berani berbuat jika berada di dalam kelompok yang melakukan hal serupa agar terkesan sah-sah saja lagipula juga tidak ada yang tahu identitasnya. Sekumpulan orang duduk demikian, akhirnya orang lain yang baru masuk ke dalamnya pun melakukan hal yang sama. Nah, persoalannya ketika orang terakhir masuk ke dalamnya dan ingin duduk bagaimana? Apakah mereka mendapatkan tempat duduk? Suatu ketika kasus ini terjadi, 6 dari 9 orang penumpang bus X duduk dengan posisi seperti itu ditambah 1 orang berusia sekitar 60 tahun ke atas berpegangan pada besi dalam bus sementara di sisi lain memang tempat duduknya terisi penuh tanpa adanya penumpang yang duduk seperti itu. Orang-orang yang duduk dalam PW tidak ada yang mau berbagi tempat dengan dia, hanya melihat ke arahnya saja sementara dia menengok berkali-kali ingin duduk.
Posisi Wuenak (PW) - sebelah kiri
     Pernahkah sekelompok orang itu mencoba menempatkan diri dalam kondisi seperti orang yang sedang berdiri itu? Individu yang memasuki usia 60 tahun ke atas mungkin sudah mengalami proses penuaan (aging) dalam hal fisik. Kita sebagai orang lain melihatnya biasa-biasa saja seakan-akan kemampuan motoriknya masih baik. Akan tetapi, yang paling mengetahui masih baik/tidaknya kemampuan itu adalah individu bersangkutan. Suatu hal yang terlihat baik belum tentu baik, mungkin sebenarnya dia hanya menahan rasa sakit karena berdiri dalam waktu cukup lama sebab otot-ototnya sudah tidak sekuat saat dia muda. Belajar berempati memang tidak mudah, tetapi dengan mencoba dari hal kecil ini dapat memberikan manfaat luar biasa. Jika dalam kasus ini kita sudah mampu berbagi tempat duduk saja, kita sudah mempunyai sebuah pengalaman berempati. Pengalaman dapat diibaratkan fondasi rumah. Apabila fondasi sudah terbentuk, tidak mustahil untuk membangun rumah di atasnya. Sebuah pengalaman kecil membuat kita yakin mampu melakukan hal yang lebih besar dan lebih besar lagi. Keyakinan itu akan menjadi self-efficacy, karena kita yakin kita mampu melewati tantangan-tantangan berikutnya dalam belajar berempati sekaligus yakin dapat memetik hasilnya. Lagipula segala sesuatu yang besar berawal dari sesuatu yang kecil ada tidak ada kata terlambat untuk belajar berempati, siapapun dapat memulainya.

Senin, 03 September 2012

Tidur Membawa Sensasi

    Suatu hari seorang mahasiswa di sebuah universitas sedang berkunjung ke perpustakaan (perpus) fakultas, katakanlah namanya adalah Steve. Tujuannya untuk membaca buku dengan santai sambil menunggu jam kelas berikutnya. Kelas berikutnya akan dimulai pada pukul 15.00, dia berada di perpus sejak pukul 12.00. Selama satu jam Steve membaca buku dengan tenang sambil berbincang-bincang dengan teman-teman di perpus. Setelah teman-temannya pergi, Steve hanya sendirian berada di dalam sana. Masuklah seorang senior laki-laki yang memakai pakaian dengan fashion style sensasi formal dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia pun duduk di sofa sebelah kiri Steve sambil memegang sebuah buku dan sebuah telepon genggam (handphone).
      Steve tiba-tiba mendengar bunyi "tak-tek-tak-tek, kresek-kresek" dari kiri. Ternyata senior itu bukan membaca buku, tetapi bermain handphone. Cerdas, rupanya buku hanya simbol kamuflase anak rajin.....>< Rasa kesal pun dirasakan Steve sebab keheningan menjadi rusak karena suara itu. Dua menit kemudian suara itu berubah menjadi suara dengkuran, ternyata dia tertidur dengan buku terbuka menutupi bagian dahinya. Sementara itu, mulutnya terbuka dan mengeluarkan bunyi "ngok..ngok...NGGGGOOOKKKK!!!...ngok". Semakin lama semakin keras nyanyian tidur itu, seakan-akan getaran suara itu 7 skala Richter!! Sesuatu~ Steve dan dua orang mahasiswa lain yang ada di dalam perpus memang tidak membangunkannya. Kasihan, dia semalaman mencari nafkah untuk keluarganya sambil berjualan martabak sampai jam 3 pagi (duniakhayal.com). Steve dan teman-temannya yang tadinya sedang asyik membaca buku terganggu oleh nyanyian itu menemukan kegiatan menyenangkan, yaitu "mengobservasi manusia yang sedang tidur". Steve dan satu temannya beranjak dari tempat duduk menuju rak buku (kelihatannya mau cari buku, padahal mengobservasi sembunyi-sembunyi).
Agar observasi berhasil,
sebaiknya subjek tidak menyadari
keberadaan kita
    Sepanjang Steve mengobservasi, dia mengingat bahwa salah satu hal yang membentuk kepribadian individu adalah interaksi individu dengan lingkungan sosial pada waktu masih kecil. Jangan-jangan budaya mencari tempat nyaman untuk tidur dimana-mana merupakan salah satu perilaku senior itu?! Apa mungkin dia melakukan modeling terhadap perilaku tidur seperti itu dari individu-individu di sekitarnya? Tidak hanya meniru sebuah perilaku, tetapi juga sangat mungkin nilai-nilai eksternal juga diterima dan dianut oleh dia termasuk nilai boleh tidur dimana-mana yang penting ceria. Tidur kalau lelah boleh-boleh saja, tetapi perhatikan dulu tempatnya... Namanya saja perpus, siapapun ingin membaca buku dan mengerjakan tugas dengan tenang. Kalau selama membaca dan mengerjakan tugas diiringi nyanyian tidur seperti namanya bukan "pengaruh musik terhadap kemampuan memori manusia" lagi namanya, "musik alias gempa bumi". Ketika Steve melintas di depan senior itu, ternyata ada satu orang lagi di sofa lain tersenyum kecil ketika melihat Steve. "Wah! Jangan-jangan dia juga asyik mengobservasi si senior?! A mysterious taste! Kabur ah sebelum ketahuan, hihihi" ujar Steve dalam hatinya. Keempat orang yang mengobservasi dapat diibaratkan "The Four" versi palsu; Chance snatcher (pencuri kesempatan observasi), emotionless (tidak segan-segan observasi orang tidur), cold blood (kejam, observasi tanpa sepengetahuan), dan invisible hand (jadi invisible person, bukan invisible woman Fantastic 4).

Jumat, 31 Agustus 2012

One Spark Will Start a Fire

    Seringkali kita melihat teman kita diisengin berkali-kali dalam satu hari atau bahkan setiap hari. Istilahnya 4L (Loe lagi Loe lagi, orang yang sama) Kita juga bisa tertawa jika melihatnya, karena mungkin terkesan lucu,mewarnai suasana, atau menghibur mungkin? Malah ada juga padahal dia jadi korban tetapi mengapa dia hepi? ternyata orangnya memang "antik", sabaaarrr sekali, diperlakukan seperti apapun yang penting hepi. Jika sekadar bermain "plesetan" seperti "Loh? yang namanya Pero itu bukannya kodok ya? Pero-Pero Pii..." itu masih tidak apa-apa karena sekedar usil. Berbeda halnya apabila di dalam kelas ada seorang anak yang terus menerus menjadi sasaran usil teman-teman sekelas dan perilaku usilnya sudah di luar batas, itu mungkin saja bullying. Misalnya, setiap anak itu melewati sebuah jalan semua teman-temannya berseru, "woi, sok cakep! sok cakep!" sampai dia merasa tidak nyaman dengan hal ini.
Satu percikan saja
mampu mempengaruhi
lingkungan sekitar
     Bullying memiliki berbagai bentuk, ada yang berbentuk fisik, emosional, dan relasional. Dalam hal fisik, pelaku melukai seseorang secara fisik dengan memukul, menendang, mencubit, dan lain-lain. Secara emosional dilakukan dengan melukai konsep diri seseorang, misalnya seperti contoh tadi, korban mungkin dapat merasa dirinya tidak layak pandang karena diperlakukan demikian. Sedangkan dalam jenis relasional, dilakukan melalui sebuah hubungan, contohnya seseorang dikucilkan, dijauhi oleh teman-temannya. Namun pada kenyataannya ada juga istilah cyberbullying, yang dilakukan dengan menjelek-jelekkan seseorang melalui internet seperti media sosial misalnya. Suatu perilaku dapat dikatakan bullying jika korban merasakan pengaruh dari perilaku tersebut, sebab bullying merupakan suatu bentuk perilaku agresif dengan menggunakan kekuatan (force) untuk memengaruhi orang lain. Biasanya di dalam kasus bullying terdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korbannya.
     Pihak-pihak tertentu pun menganggap hal ini sepele karena belum mengerti konsekuensinya. Jika berdasarkan pengalaman saat saya mengalaminya pihak institusi justru mengecap saya sebagai "tukang ngadu padahal bandel" hanya karena melihat saya terus melawan jika dibuli sementara teman saya anak yang bisa dikatakan alim kalau di kelas (sok alim gitu deh kalau depan guru). Orangtua pun juga ada yang mengatakan "jangan dibales dong, udah diemin aja...." Bahkan ada seorang anak yang menafsirkannya dengan tidak membalas dengan cara apapun, membiarkan dirinya terus diperlakukan seperti itu. Padahal dampak bullying itu ada pengaruhnya pada tahap perkembangan manusia. Seseorang yang dikatakan "sok cakep" seperti di atas,memiliki kemungkinan turunnya rasa percaya diri, akhirnya dia menjadi pemalu ketika lebih dewasa dan menjadi terlalu sensitif dengan kata-kata itu. Cukup fatal bukan? Lalu apa yang harus dilakukan?
     Jika kita sebagai korban dan mengetahui dengan melapor ke pihak lain hasilnya tidak ada, cukup "bertahan" (tabah menghadapi cobaan) bukan hanya diam. Misalkan itu bersifat fisik misalnya seperti menonjok atau mencubit, cukup tahan tangannya saja. Jika perlu lakukan saja kontak mata dengan ekspresi marah tanpa mengucapkan kata-kata, biarkan dia memandangi kedua mata kita yang indah seperti berlian^^ Tidak mungkin hanya 1x mencoba langsung berhasil, ini tetap membutuhkan waktu dan kesabaran,cukup sampai perilaku pelaku membaik. Jangan hanya berharap dilindungi oleh orang lain, sebab hal itu dapat memberi kesan kita ini lebih lemah, malah menjadi sasaran utama... Ini hanya tips berdasarkan pengalaman saya sampai akhirnya lepas dari bullying, masih banyak tips-tips kreatif lainnya, ini hanya sedikit solusi yang masih dapat dimodifikasi. Jangan lupa tetap percaya diri menghadapinya, semoga bermanfaat...
  

Rabu, 29 Agustus 2012

Lebih Dekat Satu Langkah dengan Lansia

    Seperti biasa, setelah selesai kuliah saya membeli tiket Trans Jakarta (TJ) dan masuk ke dalam bus lalu pulang.  Agar dapat sampai ke pemberhentian terakhir saya harus transit di Harmoni kemudian mengambil jurusan berikutnya. Di dalam bus saya ternyata mendapatkan tempat duduk...^^ Wah! benar-benar mendapat durian runtuh!! Kebetulan saya membawa 2 buku dengan hardcover yang sama-sama besar dan berat sampai-sampai saya berandai-andai "coba bisa teleport, cuma sekali kedip dah sampe, urusan beres". Saya yang dalam kondisi lelah karena memang kurang tidur saat berangkat ke kampus, mendapatkan sedikit waktu untuk istirahat. 
     Setelah duduk, ada dua orang lansia yang duduk di kursi sebelah kanan dan kiri dari kursi yang saya tempati. Memang benar saya merasa tidak nyaman sebab dia seakan-akan ingin membuat saya mengubah posisi duduk terus menerus. Coba Anda bayangkan, Anda sedang duduk dengan rileks, posisi kaki tidak terbuka lebar, sementara kedua lengan memeluk tas penuh dan sebuah buku besar sambil bersandar pada sandaran kursi. Pada saat yang bersamaan, seseorang di sebelah kiri duduk dengan posisi miring ke arah kita sambil membentangkan kakinya dengan lebar dan tidak mau mengalah meskipun lututnya sudah membuat posisi lutut kita berubah karena tergeser. Dia juga terus menerus menatap ke arah kita dengan mata yang terbuka 100% nonstop!! Saya pun berbisik dalam hati "OMG, kenapa bisa kejadian beginiii mimpi apa gw semalemm???" Yang dapat saya lakukan hanya mengajukan beberapa pertanyaan singkat kepada diri sendiri untuk melawan pikiran negatif.
  1. Apakah kamu berhak marah atau menegur dalam hal ini?
  2. Bagaimana respon yang dilakukan orang lain jika berada dalam situasi yang sama?
  3. Lalu, jika kamu marah apa dampaknya kepada diri sendiri dan orang lain?
  4. Sebaliknya, apa yang kamu dapatkan jika bertahan saja tanpa menegur atau marah?
  Saya pun akhirnya menyadari sebaiknya saya tidak langsung bertindak seperti itu karena mungkin saja orang tersebut tipe yang tidak fleksibel. Hal itu dapat menyebabkan sulit beradaptasi dengan lingkungan. Kemungkinan kedua adalah orang tersebut menginginkan segala sesuatu sesuai keinginannya, sehingga terkesan ingin mengubah keadaan sesuai keinginannya. Lantas apa yang akan terjadi jika terlibat konflik dengan kedua tipe individu demikian?
     Oleh karena itu lebih baik mencegah konflik sebelum terjadi, yaitu dengan pilihan bertahan saja. Akhirnya saya berpikir bahwa itu adalah kesempatan yang bagus untuk mengamati. Di sebelah kanan dan kiri ada lansia, di sekitar kami ada kerumunan (sekelompok individu yang berada di lokasi dan waktu yang sama secara kebetulan dan belum tentu saling mengenal). Saya berpeluang mengamati perilaku mereka sendiri, interaksi mereka dengan orang lain (jika ada), apakah individu lain menerima kehadiran mereka/tidak dan sebaliknya (jika terlihat), dan lain-lain. Dengan mengambil keputusan seperti ini, tingkat stres saya pun meredam dan mulai tenang seiring waktu serta mulai memerhatikan.
     Tak lama kemudian saya melihat fenomena seorang pemuda berusia sekitar 20 tahun beranjak dari kursi dan berdiri sambil berpegangan pada tiang dalam bus sementara halte tujuan pun masih cukup jauh dan baru meninggalkan halte Harmoni.Setelah itu penumpang di sebelah kanan saya pindah ke tempat duduk pemuda tadi Perlahan-lahan, mulai dari kedua tangan yang digerakkan ke arah kursi diikuti pergerakan tubuh dan kaki ke arah yang sama secara bertahap. Dia tidak bersandar tetapi duduk di bagian depan alas duduk kursi sambil menggenggam pada pilar dalam bus dengan tangan kanan. Saya pun menoleh ke kiri sedikit.Individu di sebalah kiri pun beranjak dari tempat duduknya hanya dengan menekan kedua lututnya sebagai penopang untuk berdiri. pada saat bus berhenti di halte tujuan saya dan individu di sebelah kiri berjalan keluar bus sementara individu lansia di sebelah kanan masih duduk dalam posisi yang sama sambil menggenggam pilar dengan tangan kanan.
     Akhirnya bus sampai di tujuan saya pun turun bersama dengan individu lansia di sebelah kiri dan berjalan pulang. Selama perjalanan saya masih memikirkan hasil observasi tadi. Pertama-tama perilaku individu lansia sebelah kiri (S1) .... Dia beranjak dari tempat duduk dengan cepat. Dalam hal ini saya melihat kemampuan motorik kasarnya masih baik, dia masih mampu mengkoordinasikan alat-alat geraknya selaras seperti yang diinginkan dengan kecepatan seperti yang dapat dilakukan seorang pemuda. Berbeda halnya dengan individu di sebelah kanan saya (S2). Ia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merealisasikan gerakan fisik. Dalam posisi duduk pun ia masih berpegangan pada pilar, sehingga dapat dikatakan kemampuan motorik kasarnya sudah menurun. Sehingga muncullah sebuah kesimpulan kecil, proses penuaan (aging) belum tentu sama pada setiap individu.Dari kedua individu tadi, usia mereka tidak jauh berbeda tetapi mereka memiliki perbedaan dalam kemampuan motorik, yang satu sudah mengalami penurunan tetapi yang lain belum. Dari observasi singkat ini kita dapat mempelajari beberapa hal. Lansia sebagai individu yang punya kesulitan dalam hal fisik adalah pandangan yang salah. Tidak semua lansia sudah mengalami penurunan kemampuan motorik kasar seperti S2, tetapi bagaimana dengan kemampuan motorik halusnya? Apakah ia masih mampu mengoordinasikan mata dengan jari-jari saat menulis, melukis, menjahit, dan lain-lain? 
     Apakah dengan adanya penurunan kemampuan itu berarti dia tidak mampu melakukan aktivitas fisik sehari-hari? Jawabannya jelas tidak... Dia tidak menggunakan alat bantu berjalan sama sekali (tongkat atau kursi roda), berarti kemampuan motoriknya masih bagus, dia masih mampu berjalan seperti biasa meskipun sedikit lebih lambat. Hal yang perlu kita diingat, terlepas dari penurunan kemampuan motorik atau tidak beberapa individu lansia ada yang seakan-akan tidak bersemangat. Hal itu dapat juga dikarenakan merasa kurang memiliki warna dalam kehidupan. Saat saya kuliah psikologi gerontologi, hal ini sempat dibahas di kelas. Yang terpenting adalah membuat mereka merasa bisa berbuat sesuatu bagi individu lain agar hidupnya kembali berwarna dengan menyadari dirinya masih produktif. Aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan mungkin hanya terbatas pada aktivitas yang ringan, tetapi fungsinya adalah mengembalikan kepercayaan dirinya agar dapat membuat hidupnya lebih berwarna. Memang benar awalnya saya kurang tertarik untuk mempelajri bidang ini, tetapi saat mulai mempelajarinya dari teori, saya melihat sesuatu yang berbeda dari kalangan lansia. Mereka masih mengalami perkembangan meskipun mengalami penurunan kemampuannya, yaitu memiliki wisdom.Dengan banyaknya memakan asam garam dalam kehidupan mereka mampu membimbing generasi yang lebih muda dan mereka pun juga lebih bijaksana dalam memutuskan sesuatu. Saya membayangkannya dalam sebuah analogi "di dalam lumpur pun masih bisa ditemukan berlian", di balik sesuatu yang tidak indah pasti ada sesuatu yang indah....^^


"Wisdom" adalah aspek yang berkembang pada
individu berusia sekitar 60 ke atas

Selasa, 28 Agustus 2012

My First Blog

     Hmmm... Ini memang pertama kalinya saya mencoba membuat blog sendiri dengan panduan seorang teman via chatting. Sebenarnya saya sudah lama mengetahui mengenai blog.seperti misalnya ada yang menggunakannya sebagai media untuk mencurahkan isi pikiran dan perasaan (sebagai diary), menggunakannya untuk berdagang secara online (sebagai media bisnis), memanfaatkannya untuk mempertajam kemampuan menulis, dan lain-lain.  Pertanyaannya "mengapa tidak dari dulu saja mencoba membuat blog?" Saya termasuk seseorang yang lebih senang mengumpulkan informasi-informasi sebagai pertimbangan sebelum mengambil keputusan. Termasuk pada saat mengambil keputusan ingin membuat blog atau tidak.

      
Mungkin ada yang bertanya-tanya apa tujuan saya ingin membuat blog. Sebenarnya hanya ada satu tujuan utama, yaitu mencoba mengekspresikan emosi dalam bentuk tulisan-tulisan. Pada kenyataannya mungkin kita pernah merasa enggan untuk menceritakan sesuatu kepada orang lain karena malu, karena merasa tidak enak, takut menyinggung perasaan orang lain, dan sebagainya. Jika itu terus dipendam dalam pikiran kita, bagaimana rasanya? Daripada kita terus memendamnya lebih baik kita mencoba menyalurkannya kepada sesuatu agar menjadi lebih positif. Contohnya, seseorang yang sedang murka, patah hati, gembira, atau sedih dapat mengekspresikannya dalam sebuah karya seni berupa lukisan, nyanyian, tarian, dll. Bukankah itu justru memungkinkan kita untuk berbagi perasaan dengan orang lain?
     Setiap karya seni pasti memiliki makna di dalamnya baik secara terselubung atau tidak. Sama halnya dengan karya tulis, seseorang mampu mengekspresikan perasaan dan pikirannya ke dalam bentuk cerita atau puisi dengan makna yang langsung dapat ditangkap maupun yang tidak langsung. Nah, inilah yang menginspirasi saya untuk mencoba menulis seperti ini. Andaikan kita memiliki beban emosional, kita dapat merasakan sedikit demi sedikit beban itu hilang jika dikeluarkan dari pikiran melalui sharing seperti ini. Sharing juga bermanfaat untuk mengurangi stres yang berasal dari beban-beban itu, sehingga kita masih mampu menjalani hidup dengan semangat yang baru.